Sidang kasus Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, memasuki babak akhir. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Hasto dengan hukuman 7 tahun penjara. Tuntutan ini terkait dugaan menghalangi penyidikan dan penyuapan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, dalam kasus suap terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku.
Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. JPU meyakini Hasto terbukti bersalah melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain hukuman penjara, Hasto juga dituntut membayar denda Rp 600 juta, yang jika tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Menanggapi tuntutan tersebut, Hasto menyatakan tidak terkejut. Ia mengaku sudah memperkirakan hal ini sejak awal. Menurutnya, sikap politiknya untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, kedaulatan rakyat, pemilu jujur dan adil, serta supremasi hukum, memiliki risiko yang harus dihadapi. Ia bahkan menyebutkan bahwa dirinya siap menghadapi segala konsekuensi, termasuk kasus yang menjeratnya saat ini.
Hasto juga meminta seluruh kader, anggota, dan simpatisan PDIP untuk tetap tenang dan percaya pada hukum. Ia menekankan bahwa kebenaran akan menang, meskipun hukum seringkali diintervensi oleh kekuasaan. Ia juga mengingatkan tentang sejarah perjuangan kader PNI yang bahkan dihukum gantung karena berteriak "merdeka" di masa kolonial, seraya meyakinkan bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia.
Usai sidang, Hasto meneriakkan pekikan "merdeka" sambil mengepalkan tangan, memberikan salam metal, sebagai bentuk semangat. Ia juga menyampaikan bahwa nota pembelaan (pleidoi) pribadinya sudah mencapai 80 persen dan akan disesuaikan dengan tuntutan JPU.