Partai Gerindra melalui Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pemilihan umum nasional dan daerah. Muzani berpendapat bahwa putusan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
Menurutnya, Pasal 22E UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Muzani menyoroti bahwa dengan adanya putusan MK ini, pemilihan kepala daerah (pilkada) dan DPRD baru akan digelar dua setengah tahun setelah pemilihan presiden dan DPR RI.
"Artinya, ada penundaan masa selama dua setengah tahun. Apakah keputusan ini tidak berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan pemilihan dilaksanakan sekali dalam lima tahun?" ujarnya.
Muzani menambahkan bahwa Gerindra melihat putusan ini berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasal 22E UUD 1945 secara tegas menyebutkan pemilu digelar setiap lima tahun sekali.
"Pandangan kami, putusan MK ini justru berpotensi menimbulkan problem baru terhadap Pasal 22E UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap 5 tahun sekali diadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden, DPR RI, DPD dan DPRD kabupaten/kota termasuk gubernur dan wali kota," jelasnya.
Lebih lanjut, Muzani mengingatkan bahwa pemilu serentak yang berlaku saat ini juga merupakan hasil putusan MK sebelumnya. Ia menilai bahwa MK seringkali mengubah-ubah keputusannya.
"Pemilu serentak untuk memilih Presiden, DPR RI, DPD, DPRD kabupaten kota dan provinsi itu kan dulu menjadi keputusan dari Mahkamah Konstitusi, agar pemilu dilaksanakan secara serentak. Kemudian kita mengikuti keserentakan seperti yang sekarang ini diminta oleh Mahkamah Konstitusi dan sekarang Mahkamah Konstitusi kemudian berubah lagi terhadap keputusan ini," katanya.