Mataram – Keluarga Juliana Marins, wisatawan asal Brasil yang meninggal dunia akibat terjatuh di Gunung Rinjani, menuntut keadilan. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) memberikan tanggapan terkait tuntutan tersebut.
Kepala Balai TNGR, Yarman, menyatakan bahwa tim gabungan SAR telah berupaya semaksimal mungkin sejak menerima informasi awal hingga berhasil mengevakuasi korban dari jurang setelah lima hari pencarian.
"Berbagai upaya telah kami lakukan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Juliana," ujar Yarman.
Yarman menjelaskan bahwa kendala utama dalam proses penyelamatan adalah kondisi alam dan topografi tebing yang curam. Meskipun menghadapi tantangan lingkungan yang berat, tim SAR tetap berusaha sekuat tenaga untuk mengevakuasi korban.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Juliana Marins terjatuh ke lereng Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Awalnya, korban terjatuh dari ketinggian 200 meter, namun kemudian terperosok lebih dalam hingga mencapai kedalaman 600 meter.
Tim SAR gabungan berhasil mengangkat jenazah korban dari dasar jurang pada 25 Juni 2025 pukul 13:51 WITA. Evakuasi dilakukan secara manual menggunakan tali dan teknik lifting.
Cuaca ekstrem dan kondisi jurang yang sulit menjadi hambatan utama bagi tim SAR dalam mengevakuasi Juliana dari jurang Puncak Cemara Nunggal.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa perubahan cuaca yang cepat di Gunung Rinjani, dari cerah menjadi badai, merupakan fenomena alam yang umum terjadi akibat kecepatan angin yang tinggi. Selain itu, udara yang bergerak ke puncak gunung mengalami pendinginan dan membentuk awan orografis akibat bentuk topografi gunung.
"Kami menerima informasi pada pukul 06.30 WITA dan sekitar pukul 08.00 WITA, tim evakuasi sudah bergerak. Kondisi lapangan dan cuaca menjadi halangan," pungkas Yarman.