Ancaman Tarif Impor AS: Negara-Negara Bersiap Hadapi Gelombang Baru

Negara-negara di seluruh dunia tengah bersiap menghadapi potensi gelombang tarif impor baru dari Amerika Serikat. Presiden Trump, pada bulan April lalu, sempat menunda penerapan tarif resiprokal selama tiga bulan, memberikan kesempatan bagi negara-negara terdampak untuk bernegosiasi hingga 9 Juli 2025.

Namun, menjelang tenggat waktu tersebut, Gedung Putih tampaknya mengirimkan sinyal peringatan. Trump mengumumkan rencananya untuk mengirimkan pemberitahuan kepada sekitar selusin negara setiap harinya, mulai 4 Juli 2025, yang berisi rincian tarif baru yang akan diberlakukan mulai 1 Agustus.

Tarif yang diusulkan bervariasi, berkisar antara 10% hingga 70%, tergantung pada negara yang bersangkutan. Angka ini tentu saja lebih tinggi dari tarif resiprokal sebelumnya yang ditetapkan hingga 50%.

Ancaman ini langsung berdampak pada pasar keuangan global. Pasar saham AS mengalami penurunan tajam, sementara obligasi dan dolar AS ikut tertekan. Meski pasar saham dan obligasi AS tutup karena libur Hari Kemerdekaan, pasar saham global langsung bereaksi negatif.

Meskipun daftar negara yang akan terkena dampak belum diumumkan secara resmi, Trump sebelumnya sempat menyinggung beberapa mitra dagang seperti Uni Eropa dan Jepang, yang dianggap terlalu keras dalam negosiasi. Bahkan, Jepang sempat diancam dengan tarif hingga 35%.

Ketidakpastian ini membuat negara-negara yang terlibat berpacu dengan waktu untuk mencapai kesepakatan sebelum tenggat 9 Juli. Namun, pemerintah AS memberikan indikasi bahwa tenggat waktu ini bisa fleksibel jika ada negara yang menunjukkan keseriusan dalam bernegosiasi.

Seorang diplomat Uni Eropa mengungkapkan bahwa negosiasi tengah berlangsung sangat sulit dan kemungkinan akan berlanjut hingga akhir pekan menjelang batas waktu. Sementara itu, Komisi Eropa belum bersedia memberikan rincian lebih lanjut mengenai negosiasi yang tengah berlangsung.

Namun, terdapat perbedaan pendapat di internal pemerintahan AS mengenai fleksibilitas tenggat waktu. Sekretaris Pers Gedung Putih menyatakan bahwa tenggat waktu tidak kaku, terutama bagi negara-negara yang masih dalam proses negosiasi. Menteri Keuangan bahkan menyebut negosiasi bisa saja selesai paling lambat Hari Buruh (1 September 2025).

Namun, Trump sendiri kemudian mengoreksi pernyataan tersebut, menegaskan bahwa tidak ada kelonggaran untuk tenggat tarif dan tarif akan mulai berlaku pada 1 Agustus. Meskipun demikian, sehari sebelumnya Menteri Keuangan memperkirakan akan ada gelombang kesepakatan sebelum 9 Juli, dan bagi negara-negara yang belum mencapai kesepakatan, kemungkinan hanya akan dikenakan tarif minimum sebesar 10%.

Situasi ini masih sangat dinamis dan perkembangan selanjutnya akan sangat menentukan nasib hubungan dagang antara AS dan mitra-mitra dagangnya.

Scroll to Top