Hari ini, Minggu (6 Juli), tokoh spiritual Tibet, Dalai Lama ke-14, merayakan ulang tahunnya yang ke-90. Di usia senja, ia menghadapi tantangan besar terkait suksesi kepemimpinannya, terutama persaingan dengan Tiongkok.
Pada Rabu (2 Juli), Dalai Lama, yang bernama asli Tenzin Gyatso, mengumumkan bahwa setelah wafatnya, akan ada penerus. Kantor Dalai Lama akan memiliki otoritas penuh dalam menentukan reinkarnasinya.
"Saya memastikan bahwa lembaga Dalai Lama akan terus berjalan," tegas Dalai Lama dalam pesan video.
Dalam tradisi Buddhisme Tibet, seorang Dalai Lama tidak dipilih melalui pemilihan atau penunjukan oleh pemimpin. Mereka meyakini reinkarnasi, di mana seorang Dalai Lama memilih kelahiran kembali demi kebaikan seluruh makhluk.
Namun, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menolak keyakinan ini dan mengklaim hanya mereka yang berhak menyetujui Dalai Lama selanjutnya.
Tiongkok menuduh Dalai Lama sebagai separatis berbahaya yang memicu protes, kerusuhan, dan aksi bakar diri di Tibet. Tuduhan ini dibantah oleh Dalai Lama, yang hanya menginginkan otonomi sejati bagi Tibet, bukan kemerdekaan penuh. Pendekatan tanpa kekerasan inilah yang membawanya meraih dukungan internasional dan Hadiah Nobel Perdamaian.
Bertahan di Bawah Tekanan Tiongkok
Pada tahun 1950, pasukan PKT memasuki Tibet setelah memenangkan perang saudara di Tiongkok, dengan tujuan menempatkan Tibet di bawah kendali Republik Rakyat yang baru dibentuk. Saat itu, Tenzin Gyatso baru berusia 15 tahun.
PKT mengklaim telah membebaskan Tibet dari "perbudakan feodal," tetapi banyak warga Tibet menganggap tindakan ini sebagai invasi dan pendudukan yang kejam. Pemberontakan pecah pada Maret 1959 karena kekhawatiran bahwa Tiongkok akan menculik Dalai Lama.
Tentara Pembebasan Rakyat menembaki dekat istana Dalai Lama, memaksa pemimpin muda itu melarikan diri. Tiongkok menumpas pemberontakan tersebut, menyebabkan banyak korban jiwa.