Ayatollah Khamenei Tampil di Publik Usai Ketegangan Iran-Israel

TEHERAN – Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, akhirnya muncul di hadapan publik. Kemunculannya ini merupakan yang pertama kali sejak tensi tinggi antara Iran dan Israel sedikit mereda. Khamenei terlihat menghadiri upacara duka Muharram di Teheran pada hari Sabtu.

Kehadirannya mengakhiri spekulasi tentang keberadaannya selama beberapa minggu terakhir. Sebelumnya, ia hanya mengeluarkan pesan video yang direkam, memicu kabar bahwa ia dipindahkan ke bunker karena alasan keamanan.

Seorang staf dari kantor Khamenei menggambarkan suasana saat pemimpin tertinggi itu tiba. Menurutnya, "Hussainiyah bergemuruh (dengan emosi) saat Pemimpin Tertinggi tiba. Gelombang ledakan ini akan mencapai Tel Aviv dan Gedung Putih—gelombang pengabdian, cinta, dan kerinduan yang kuat dari rakyat terhadap pemimpin mereka."

Mahmoud Karimi, pembawa pidato penghormatan terkemuka Iran, menyanyikan lagu patriotik "Iran, Iran" atas permintaan Ali Khamenei.

Kritikus mengklaim bahwa Republik Islam Iran seringkali membangkitkan sentimen patriotik dan nasionalistik secara selektif di masa perang dan krisis. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan dukungan, sementara di saat yang sama menekan ekspresi serupa untuk mempromosikan kesetiaan kepada umat Islam secara lebih luas.

Media pemerintah Iran menyiarkan video yang menunjukkan puluhan orang menghadiri upacara peringatan Asyura, hari paling suci dalam kalender Muslim Syiah. Mereka berdiri sambil melantunkan nyanyian saat Khamenei memasuki aula tempat banyak acara pemerintahan diadakan.

Ketegangan antara Iran dan Israel memuncak pada 13 Juni, dipicu oleh serangan udara Israel terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran yang mengakibatkan kematian ilmuwan nuklir dan pemimpin militer senior.

Iran membalas dengan meluncurkan gelombang rudal dan drone ke Israel, menargetkan situs militer dan fasilitas penting Zionis.

Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya telah memperingatkan Amerika Serikat bahwa intervensi akan menyebabkan "kerusakan yang tidak dapat diperbaiki" bagi AS.

Pada 21 Juni, Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Operasi yang dinamai Operasi Midnight Hammer tersebut melibatkan 125 pesawat AS, 75 senjata presisi, dan lebih dari selusin bom penghancur bunker seberat 30.000 pon yang menyerang fasilitas nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Sejauh mana serangan itu dan kerusakannya terhadap program nuklir Iran menjadi perdebatan sengit. Pemerintahan Trump awalnya mengklaim serangan itu berhasil menghancurkan situs dan program nuklir Iran sepenuhnya.

Namun, penilaian awal oleh Badan Intelijen Pertahanan (DIA) menyatakan bahwa pengeboman itu hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan. Klaim ini bertentangan dengan klaim pemerintahan Trump.

Menteri Pertahanan Pete Hegseth menentang laporan tersebut dalam konferensi pers, menyebut penilaian DIA tersebut sebagai "awal" dan "kurang meyakinkan". Ia menegaskan bahwa serangan itu mengakibatkan "kerusakan parah" pada situs-situs nuklir Iran.

Setelah Operasi Midnight Hammer, Iran melancarkan serangan rudal pada tanggal 23 Juni terhadap pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, namun serangan tersebut berhasil dicegat oleh pasukan Qatar.

Scroll to Top