Filipina menghadapi peningkatan drastis kasus HIV, melonjak sebesar 543 persen. Data terbaru menunjukkan lebih dari 139.610 warga Filipina hidup dengan HIV hingga Maret 2025, dan proyeksi pemerintah memperkirakan angka ini akan mencapai 255 ribu pada akhir tahun.
Para ahli mengidentifikasi sejumlah faktor pemicu, termasuk minimnya edukasi seks yang komprehensif, praktik seks tanpa kondom, terutama di kalangan pengguna aplikasi kencan, serta stigma dan tabu budaya yang menghambat diskusi terbuka mengenai seksualitas dan HIV. Dominasi nilai-nilai Kristen konservatif semakin mempersulit dialog tentang topik sensitif ini, bahkan di dalam keluarga.
Departemen Kesehatan Filipina (DOH) kini melaporkan 57 kasus baru setiap hari, peningkatan signifikan dari hanya enam infeksi baru per hari pada tahun 2010. Mayoritas kasus baru tetap ditemukan pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. DOH memperkirakan ada sekitar 100.550 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang belum terdata.
Menteri Kesehatan Filipina mengungkapkan kekhawatiran khusus terkait pergeseran usia pada kasus baru. Dulu, sebagian besar kasus baru terjadi pada kelompok usia 25 hingga 34 tahun. Sekarang, hampir 50 persen kasus baru terjadi pada kelompok usia 15 hingga 24 tahun.
Kasus termuda yang didiagnosis tahun ini adalah seorang anak berusia 12 tahun di provinsi Palawan, akibat pelecehan seksual. Peningkatan kasus HIV di kalangan anak di bawah umur dikaitkan dengan praktik grooming dan eksploitasi, termasuk oleh pelaku kejahatan seksual asing yang menargetkan daerah-daerah miskin.
Banyak remaja Filipina memiliki akses lebih luas ke pornografi dan terlibat dalam hubungan seks dengan banyak pasangan tanpa menyadari bahaya penularan penyakit menular seksual seperti HIV. Mereka kurang memahami risiko virus ini karena lahir setelah puncak krisis AIDS pada tahun 1980-an.
Faktor lain yang berkontribusi termasuk praktik seks anonim dan tanpa kondom di tempat-tempat seperti spa yang beroperasi seperti rumah bordil, serta pesta seks yang melibatkan penggunaan narkoba. Kombinasi faktor-faktor ini, diperparah dengan kurangnya pendidikan seks dan akses mudah ke pornografi, menciptakan situasi yang mengkhawatirkan.
Untuk mengatasi krisis ini secara lebih agresif, DOH merekomendasikan agar Presiden mendeklarasikan HIV sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat nasional. Namun, belum ada tanggapan resmi.
Filipina telah mengambil langkah-langkah untuk menekan penyebaran HIV, termasuk mengesahkan Undang-Undang Kebijakan HIV dan AIDS pada tahun 2018, yang menekankan akses terhadap pengujian dan pengobatan sebagai hak asasi manusia. Undang-undang ini menurunkan usia persetujuan untuk pengujian HIV menjadi 15 tahun, memungkinkan remaja untuk menjalani pengujian tanpa izin orang tua. Pemerintah juga telah memperluas layanan HIV di seluruh negeri, dengan klinik-klinik yang menawarkan pengujian gratis, pengobatan antiretroviral, konseling, dan pendidikan.
Namun, masih ada tantangan, seperti keengganan pasien muda untuk menjalani pengobatan karena takut diketahui orang tua mereka, yang dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan perkembangan penyakit ke stadium lanjut.
Oleh karena itu, penting bagi ODHA untuk mengonsumsi obat terapi antiretroviral sedini mungkin untuk menekan virus, mengurangi risiko penularan, dan memungkinkan mereka untuk hidup lama dan sehat.