Pabrik-pabrik tepung terigu di Indonesia berencana untuk mengimpor setidaknya 1 juta ton gandum dari Amerika Serikat (AS). Kesepakatan ini akan diresmikan oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO).
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap potensi dampak negatif dari kebijakan tarif tinggi yang mungkin diberlakukan oleh AS kepada berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa peningkatan impor produk pertanian dari AS adalah strategi untuk menghindari tarif yang lebih ketat yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025 jika tidak ada kesepakatan baru.
Kesepakatan tersebut mencakup impor 1 juta ton gandum setiap tahun selama lima tahun ke depan, dengan nilai total diperkirakan mencapai US$1,25 miliar, atau sekitar Rp24,34 triliun berdasarkan kurs Rp16.225 per dolar AS pada penutupan perdagangan 7 Juli 2025.
Ketua Umum APTINDO, Franciscus (Franky) Welirang, menyatakan bahwa kesepakatan antara APTINDO dan asosiasi gandum AS akan berlaku mulai tahun 2026 hingga 2030, dengan nilai sekitar US$250 juta per tahun. Penandatanganan kesepakatan ini dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada hari yang sama.
Franky menambahkan bahwa kesepakatan ini adalah hasil kolaborasi antara pelaku usaha swasta Indonesia dan AS dalam konteks negosiasi tarif.
Sebelumnya, mantan Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana penerapan tarif baru terhadap berbagai negara, dengan potensi pungutan yang lebih tinggi dari pengumuman sebelumnya pada April 2025. Tarif yang diumumkan pada April 2025 sempat ditunda selama 90 hari.
Indonesia, sebagai mitra dagang utama AS, berpotensi menghadapi tarif sebesar 32%, di luar tarif dasar sebesar 10%.
Kantor perwakilan perdagangan AS mencatat bahwa nilai perdagangan antara Indonesia dan AS pada tahun 2024 menunjukkan defisit sebesar US$17,9 miliar bagi AS, meningkat sekitar 5,4% dari tahun sebelumnya.
Menko Airlangga berkomitmen untuk meningkatkan impor energi dan barang dari AS guna menyeimbangkan defisit tersebut.