Anomali Cuaca: Indonesia Alami Kemarau Basah Hingga Oktober 2025

Jakarta, 7 Juli 2025 – Kabar mengejutkan datang dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG): musim kemarau tahun ini akan terasa berbeda. Curah hujan di atas normal diperkirakan akan terus mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah.

Mengapa ini terjadi? Beberapa faktor utama menjadi penyebabnya. Pertama, melemahnya Monsun Australia menyebabkan suhu permukaan laut di selatan Indonesia tetap hangat, memicu peningkatan curah hujan. Kedua, gelombang Kelvin yang melintasi pesisir utara Jawa, diperparah dengan perlambatan dan belokan angin, mengakibatkan penumpukan massa udara dan pertumbuhan awan hujan yang signifikan. Meskipun kondisi ENSO dan IOD global berada dalam fase netral, kombinasi faktor-faktor lokal ini cukup kuat untuk menghasilkan anomali cuaca.

Kondisi ini sejalan dengan prediksi BMKG sebelumnya yang menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini akan mengalami kemunduran di sekitar 29 persen Zona Musim (ZOM), terutama di wilayah Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30 persen ZOM yang memasuki musim kemarau, jauh di bawah kondisi normal dimana seharusnya 64 persen ZOM telah memasuki musim kemarau.

BMKG menyoroti potensi cuaca ekstrem di wilayah-wilayah penting seperti destinasi wisata, area padat penduduk, dan jalur transportasi utama. Peringatan dini telah disebarkan sejak 28 Juni lalu untuk memitigasi dampak selama masa libur sekolah. Beberapa wilayah yang perlu diwaspadai termasuk sebagian Pulau Jawa bagian barat dan tengah (terutama Jabodetabek), Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. Wilayah-wilayah ini telah mengalami hujan dengan intensitas lebat, sangat lebat, bahkan ekstrem dalam beberapa hari terakhir, menyebabkan banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang.

Pada 5 Juli 2025, hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan. Keesokan harinya, hujan kembali melanda Jakarta dan sekitarnya, terutama Tangerang, menyebabkan genangan air, kemacetan lalu lintas, dan peningkatan risiko bencana hidrometeorologi. Bahkan, intensitas hujan mencapai 150 mm per hari di daerah Puncak, Jawa Barat.

Untuk sepekan ke depan, BMKG mewaspadai potensi cuaca ekstrem di Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek; Kalimantan Timur; Sulawesi Selatan dan sekitarnya; Nusa Tenggara Barat, termasuk Mataram; Maluku bagian Tengah; serta Papua bagian tengah dan utara. Pergeseran potensi hujan signifikan diperkirakan akan bergerak ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur pada periode 10-12 Juli 2025.

Sebagai respons terhadap situasi ini, BMKG berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk BNPB, BPBD, operator transportasi, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) di DKI Jakarta dan Jawa Barat mulai hari ini hingga 11 Juli, dengan kemungkinan perpanjangan tergantung perkembangan cuaca.

Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, serta risiko bencana hidrometeorologi. Informasi cuaca terkini dan peringatan dini dapat diakses melalui berbagai kanal resmi BMKG, termasuk aplikasi InfoBMKG, situs resmi www.bmkg.go.id, media sosial resmi BMKG, dan call center 196.

Scroll to Top