Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait rencana penerapan aturan 11 pemain asing di Super League (Liga 1) musim mendatang. APPI menilai kebijakan ini berpotensi besar mengancam eksistensi pemain lokal di kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia.
Keputusan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk mengizinkan kuota 11 pemain asing pada Super League (Liga 1) 2025/26, yang sebelumnya sempat diwacanakan dengan alasan penyesuaian standar kompetisi AFC, menuai kritik. Aturan ini memperbolehkan klub mendaftarkan 8 pemain asing dalam daftar susunan pemain (DSP) di setiap pertandingan.
APPI menegaskan bahwa penambahan kuota pemain asing dapat menyebabkan pemain lokal kehilangan tempat di tim utama. Kurangnya kesempatan bermain di level tertinggi akan memaksa mereka untuk mencari peruntungan di Championship (Liga 2).
Presiden APPI, Andritany Ardhiyasa, menyatakan bahwa asosiasi tidak mempermasalahkan jumlah kuota pemain asing. Namun, ia menekankan pentingnya memperhatikan menit bermain bagi talenta lokal di Indonesia. Menurutnya, prestasi Tim Nasional akan sulit dicapai jika pemain tidak mendapatkan kesempatan bermain yang cukup di klub.
Dengan struktur kompetisi sepak bola Indonesia yang belum ideal, pilihan bagi pemain lokal menjadi terbatas. Saat ini, Super League dan Championship adalah satu-satunya kompetisi profesional, sementara Liga Nusantara (Liga 3) berstatus semi-profesional.
Akibatnya, pemain lokal yang tersingkir dari Super League harus rela turun ke Championship, bahkan Liga Nusantara. Hal ini akan menciptakan efek domino yang merugikan pemain di level Championship dan Liga Nusantara, karena mereka harus bersaing dengan pemain yang turun dari Super League.
APPI memperkirakan, jika setiap klub Super League memaksimalkan kuota 11 pemain asing, sekitar 198 pemain lokal Super League berpotensi kehilangan pekerjaan atau pindah ke Championship. Dampaknya, 198 pemain Championship juga berisiko kehilangan pekerjaan atau beralih menjadi pemain amatir di Liga 3.