Jakarta – Musim kemarau tahun ini datang terlambat di sebagian besar wilayah Indonesia akibat dinamika atmosfer yang tidak biasa. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya cuaca ekstrem dalam beberapa minggu terakhir. Hingga akhir Juni 2025, hanya sekitar 30% zona musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau. Padahal, secara normal, sekitar 64% wilayah Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau pada periode yang sama.
Keterlambatan ini dipicu oleh melemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu permukaan laut di selatan Indonesia. Kombinasi kedua faktor ini menyebabkan peningkatan kelembapan udara yang memicu pembentukan awan hujan, bahkan di saat seharusnya musim kering.
Situasi ini diperburuk oleh aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator) yang mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat. Meskipun fenomena ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal terus terjadi sejak Mei dan diprediksi berlanjut hingga Oktober 2025.
Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Cuaca Ekstrem
Dampak dari kondisi ini sudah terasa melalui hujan ekstrem yang terjadi di berbagai daerah pada tanggal 5 dan 6 Juli. Hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, serta beberapa wilayah di Jabodetabek, menyebabkan banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan gangguan aktivitas masyarakat.
Fenomena cuaca ekstrem yang terus berlanjut ini mengindikasikan bahwa dinamika atmosfer masih sangat aktif meskipun Indonesia telah memasuki periode kemarau. Berdasarkan analisis terkini, wilayah yang berpotensi mengalami hujan lebat dalam sepekan ke depan meliputi Jawa bagian barat dan tengah (termasuk Jabodetabek), Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku bagian tengah, dan Papua bagian tengah dan utara.
Potensi hujan ini diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli 2025. Masyarakat diimbau untuk terus memantau informasi cuaca terkini dan memperhatikan peringatan dini yang disebarluaskan melalui berbagai kanal komunikasi, guna menghindari dampak yang lebih besar dari bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan gangguan transportasi.