Kejutan dari Tabrakan DART: Lebih dari Sekadar Benturan Langsung ke Asteroid

Misi DART NASA yang menabrak asteroid Dimorphos pada September 2022 awalnya dipahami sebagai upaya sederhana untuk mengubah jalur orbit asteroid. Namun, analisis terbaru mengungkap cerita yang jauh lebih kompleks dan menarik.

Alih-alih hanya mengandalkan impak langsung dari pesawat ruang angkasa, sebagian besar perubahan orbit Dimorphos ternyata didorong oleh efek sekunder: lontaran dahsyat bebatuan dari permukaan asteroid akibat benturan.

Dorongan Tak Terduga dari Bebatuan

Eksperimen DART dirancang sebagai simulasi pertahanan Bumi terhadap potensi ancaman asteroid. Benturan dengan Dimorphos, asteroid berdiameter 170 meter, berhasil memperpendek orbitnya mengelilingi Didymos, asteroid induknya, sebesar 32 menit. Keberhasilan ini membuktikan bahwa kita secara fisik dapat membelokkan jalur asteroid.

Namun, temuan baru menunjukkan bahwa sebagian besar momentum yang mengubah orbit Dimorphos bukan berasal dari tumbukan langsung DART, melainkan dari dua gugus besar batuan yang terlontar ke luar angkasa setelah dihantam panel surya DART. Gugusan batuan ini memberikan "dorongan tambahan" yang tiga kali lipat lebih besar dari impak awal pesawat ruang angkasa.

Astronom Tony Farnham menjelaskan bahwa lontaran batuan ini merupakan faktor penting yang mengubah pemahaman kita tentang misi penyelamatan asteroid.

Bukti dari Satelit Mini dan Teleskop Hubble

Satelit mini LICIACube, yang mengikuti DART, merekam momen-momen setelah tabrakan. Rekaman itu menunjukkan dua kelompok besar batuan, berukuran 40 cm hingga 7 meter, terlempar dari titik tumbukan.

Teleskop Hubble kemudian mengonfirmasi keberadaan dua gugus batuan tersebut. Menariknya, batuan itu tidak tersebar secara acak, melainkan membentuk pola arah yang jelas, menunjukkan adanya mekanisme khusus yang mengatur pergerakan mereka.

Dampak Signifikan dari Lontaran Batuan

Profesor Jessica Sunshine menjelaskan bahwa panel surya DART kemungkinan pertama kali mengenai dua batu besar bernama Atabaque dan Bodhran di permukaan Dimorphos. Analisisnya menunjukkan bahwa sekitar 70% batuan yang terlempar berasal dari Atabaque, bergerak dengan kecepatan hingga 52 meter per detik. Kecepatan ini cukup untuk mengubah kemiringan orbit Dimorphos hingga satu derajat, yang bisa menjadi sangat penting dalam skenario penyelamatan Bumi.

Pelajaran Berharga dari DART dan Deep Impact

Perbandingan dengan misi Deep Impact tahun 2005 yang menabrak komet Tempel 1 memberikan wawasan lebih lanjut. Komet Tempel 1 memiliki permukaan yang relatif halus, sehingga menghasilkan lontaran debu yang lebih merata. Sebaliknya, permukaan Dimorphos yang dipenuhi bebatuan menghasilkan efek yang sangat berbeda.

Sunshine menekankan bahwa dalam upaya penyelamatan Bumi dari asteroid, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor kecil seperti ini. Hal ini seperti bermain biliar di luar angkasa; tanpa memahami permukaan meja dan sudut pantulan bola, kita bisa gagal memasukkan bola ke lubang.

Misi Lanjutan Menuju Dimorphos

Badan Antariksa Eropa (ESA) akan meluncurkan misi Hera pada tahun 2026 menuju sistem asteroid Didymos–Dimorphos untuk mempelajari lebih lanjut dampak tabrakan DART dan memantau perubahan orbit serta kondisi fisik Dimorphos. Namun, tim Hera harus berhati-hati terhadap risiko batu-batu sisa tabrakan DART yang masih bisa membahayakan pesawat ruang angkasa mereka.

Scroll to Top