Ariel NOAH dan Armand Maulana, dua ikon musik Indonesia, kini bersuara lantang. Bukan soal lagu baru atau jadwal konser, melainkan tentang masalah serius: keadilan bagi para penyanyi. Melalui gerakan VISI (Vibrasi Suara Indonesia), mereka mengupas persoalan yang selama ini tersembunyi: kontrak tak adil, royalti abu-abu, dan nasib penyanyi yang terkatung-katung.
Cerita klasik industri musik pun terungkap. Label besar mengontrak banyak penyanyi muda, berharap ada yang meledak. Yang sukses dipromosikan habis-habisan, sisanya dibiarkan. Ironisnya, mereka tak dilepas, tak boleh berkarya di tempat lain, namun juga tak diberi kesempatan.
"Tidak dibuatkan lagu, tidak dipromosikan, tapi tetap terikat kontrak. Seharusnya, jika tidak diurus, mereka dibebaskan," tegas Armand Maulana, Ketua VISI. Ia menekankan perlunya solusi adil bagi kedua belah pihak.
Ariel menambahkan, banyak penyanyi muda tak paham hak mereka. Bermodal mimpi dan suara, mereka minim informasi soal kontrak. Mereka tak tahu bahwa kontrak yang tak seimbang bisa dibatalkan, bahkan tak paham kewajiban label.
"Penyanyi seringkali sendirian. Mereka menghadapi perusahaan besar tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Kami membantu karena kami pernah di posisi yang sama," ujar Ariel. Ia sering menerima curhatan penyanyi muda yang bingung soal pemutusan kontrak. Jawabannya selalu sama: "Bisa, asal tahu aturannya."
Masalah manajemen juga disoroti. Dulu membimbing karier, kini hanya fokus pada angka, terutama jumlah followers di media sosial. Banyak manajemen punya puluhan artis, namun hanya segelintir yang diurus. Sisanya hanya angka dalam database.
"Yang tidak diurus pun tak boleh keluar. Jika mencari pekerjaan sendiri, malah diminta persenan," lanjut Ariel. Praktik ini tak hanya tidak etis, tapi juga merusak kepercayaan diri penyanyi.
Di tengah upaya perbaikan ini, muncul perbedaan pendekatan dengan gerakan lain, AKSI. VISI memilih edukasi dan mediasi, sementara AKSI menempuh jalur hukum, bahkan menggugat penyanyi.
Kasus gugatan Ari Bias terhadap Agnez Mo menjadi contohnya. Armand dan Ariel kecewa dengan pendekatan yang dianggap memecah belah musisi. "Sesama musisi jangan saling serang. Seharusnya ada cara yang lebih baik," kata Armand.
Perubahan juga terjadi pada diri Ariel. Dulu tertutup, kini aktif di VISI. Ia turun langsung, menjawab pertanyaan musisi muda, dan terlibat dalam pembahasan kontrak dan regulasi.
Perubahan ini bukan sekadar sikap, tapi kesadaran. Industri ini harus dijaga, tak bisa hanya diserahkan pada label atau manajemen. "Jika bukan kita yang sudah berpengalaman yang membantu, siapa lagi?" ucapnya.
Gerakan ini menunjukkan, suara-suara lantang mulai bermunculan. Mereka bicara bukan untuk diri sendiri, tapi untuk generasi baru yang tumbuh di dunia musik yang semakin kompleks.
Ariel dan Armand sadar perubahan tak bisa terjadi dalam semalam. Namun setidaknya, mereka tak hanya bernyanyi. Mereka memilih turun tangan, karena dunia musik bukan hanya soal lagu yang enak didengar, tapi bagaimana para musisinya dihargai dengan layak.