Hasto Kristiyanto Bela Diri dengan Pleidoi Tulisan Tangan dalam Kasus Harun Masiku

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menuangkan pembelaannya melalui nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus dugaan suap terkait Harun Masiku dan upaya menghalangi penyidikan. Hasto secara pribadi menulis pleidoi tersebut, yang membuatnya merasa pegal.

Hasto dituntut hukuman 7 tahun penjara dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku. Jaksa penuntut umum meyakini bahwa Hasto terbukti bersalah karena menghambat penyidikan dan memberikan suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terkait dengan proses penetapan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

Selain tuntutan penjara, Hasto juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 600 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.

Hasto dianggap melanggar Pasal 21 UU Tipikor serta Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam pembelaannya, Hasto menyatakan bahwa ia menulis sendiri pleidoinya, yang mencapai 108 halaman. Ia mengungkapkan bahwa proses penulisan tersebut sangat melelahkan, namun ia bertekad untuk mengungkap kebenaran dan rekayasa hukum yang terjadi. Pleidoi tersebut juga mencerminkan perjuangan untuk mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran, serta perspektif keadilan dalam makna ideologis dan historis.

Hasto membantah tuduhan bahwa ia pernah memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan. Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut hanyalah konstruksi sepihak tanpa adanya saksi yang melihat atau mendengar langsung perintah tersebut.

Hasto juga membantah keterlibatan dirinya dalam mematikan telepon genggam dan memerintahkan Harun Masiku untuk mematikan telepon genggam serta merendamnya di air. Ia menyatakan bahwa tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut, dan keterkaitan tersebut hanya berupa asumsi dan konstruksi sepihak tanpa alat bukti atau keterangan saksi.

Ia menolak tuduhan bahwa nomor ponsel dengan nama ‘Sri Rejeki 3.0’ adalah miliknya dan bukan nomor kesekretariatan. Ia menjelaskan bahwa nomor istrinya, Maria Ekowati, tersimpan dalam nomor tersebut karena kesekretariatan memiliki i-cloud yang berisi daftar kontak ponselnya.

Hasto juga mempertanyakan mengapa penyidik KPK tidak langsung mendatangi DPP PDIP atau Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) jika mereka meyakini Harun berada di sana.

Ia juga menegaskan bahwa kasus yang menjeratnya merupakan proses daur ulang putusan pengadilan kasus suap Harun Masiku pada 2020, dan kasus ini sarat akan kepentingan politik. Hasto merasa menerima tekanan politik sejak PDIP menolak kehadiran tim nasional (timnas) Israel dalam Piala Dunia U-21 di Indonesia tahun 2010. Ia menuturkan bahwa sikap politik PDIP tersebut berhubungan dengan komunike politik dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung, yang mendukung penuh kemerdekaan Palestina.

Scroll to Top