Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini mengeluarkan daftar yang memuat 48 perusahaan global yang dituding terlibat dalam aksi pendudukan Israel dan bahkan genosida di Gaza. Laporan ini dibuat oleh Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia, Francesca Albanese.
Sejumlah perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat (AS) masuk dalam daftar tersebut, termasuk Microsoft, Alphabet Inc (induk Google), dan Amazon. PBB menyoroti bahwa pendudukan Israel telah menjadi "laboratorium" ideal bagi produsen senjata dan perusahaan teknologi besar karena minimnya pengawasan dan akuntabilitas. Laporan tersebut menyatakan, "Perusahaan-perusahaan ini bukan lagi sekadar terlibat dalam pendudukan, tetapi telah menjadi bagian dari ekonomi genosida."
Microsoft, Amazon, dan Google dituduh memberikan Israel akses luas ke teknologi cloud dan AI mereka, yang digunakan untuk memperkuat sistem pengawasan dan pengumpulan data biometrik warga Palestina. IBM juga disebut bertanggung jawab dalam melatih personel militer dan intelijen Israel, serta mengelola basis data pusat Otoritas Penduduk, Imigrasi, dan Perbatasan Israel (PIBA) yang menyimpan data biometrik warga Palestina.
Platform perangkat lunak Palantir Technologies dituding telah memperluas dukungannya kepada militer Israel sejak perang di Gaza dimulai pada Oktober 2023. Perusahaan ini diduga menyediakan teknologi prediksi kepolisian otomatis (predictive policing) yang digunakan untuk pengambilan keputusan secara otomatis di medan perang, termasuk melalui sistem kecerdasan buatan seperti "Lavender", "Gospel", dan "Where’s Daddy?".
Selain sektor teknologi, PBB juga mencatat keterlibatan perusahaan sipil yang produknya digunakan untuk mendukung Israel. Caterpillar (AS), Volvo Group (Swedia), dan HD Hyundai (Korea Selatan) disebut menyediakan alat berat untuk penghancuran rumah dan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Platform penyewaan akomodasi Airbnb dan Booking.com juga masuk dalam daftar karena mencantumkan properti di wilayah pendudukan yang melanggar hukum internasional. Drummond Company (AS) dan Glencore (Swiss) disebut sebagai pemasok utama batu bara untuk pembangkit listrik di Israel.
Di sektor pertanian, perusahaan China Bright Dairy & Food disebut merupakan pemilik mayoritas Tnuva, perusahaan pangan terbesar di Israel. Tnuva dituduh mendapat keuntungan dari penggunaan tanah yang disita dari warga Palestina di wilayah-wilayah yang diduduki Israel, termasuk pos-pos ilegal. Perusahaan irigasi Netafim, yang 80 persen sahamnya dimiliki Orbia Advance Corporation dari Meksiko, disebut menyediakan infrastruktur pengurasan sumber daya air di wilayah pendudukan.
Laporan tersebut juga menyoroti dua investor besar asal Amerika Serikat yang menjadi pendukung utama perusahaan-perusahaan yang dituduh: BlackRock dan Vanguard. BlackRock tercatat sebagai investor institusional terbesar kedua di Palantir, Microsoft, Amazon, Alphabet, dan IBM, serta sebagai investor institusional terbesar ketiga di Lockheed Martin dan Caterpillar. Sementara, Vanguard merupakan investor institusional terbesar di Caterpillar, Chevron, dan Palantir, serta investor institusional terbesar kedua di Lockheed Martin dan produsen senjata Israel, Elbit Systems.