Sergey Brin, salah satu pendiri Google, menanggapi tuduhan bahwa Google dan perusahaan induknya, Alphabet, membantu militer Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Tuduhan ini dilontarkan oleh Pelapor Khusus PBB, Francesca Albanese.
Brin dengan tegas menolak tuduhan tersebut. Ia menyebut PBB secara terbuka menunjukkan sikap anti-Semit.
Albanese menuduh Google dan Alphabet menyediakan layanan komputasi awan dan kecerdasan buatan (AI) kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) selama operasi mereka di Gaza. Tindakan ini dalam laporan tersebut digambarkan sebagai "genosida yang dilakukan oleh Israel".
"Menggunakan istilah genosida dalam konteks Gaza sangat menyakitkan bagi banyak orang Yahudi yang telah mengalami genosida sesungguhnya," tegas Brin, yang juga seorang Yahudi. Ia juga menekankan agar berhati-hati dalam mengutip organisasi yang jelas-jelas anti-Semit seperti PBB.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga membantah tuduhan genosida yang dilakukan pasukannya di Gaza. Ia menyatakan bahwa negaranya bertindak untuk membela diri dari upaya genosida oleh Hamas.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lebih dari 57.000 warga Palestina, mayoritas warga sipil, telah meninggal dunia selama operasi militer Israel terhadap Hamas.
Albanese berulang kali menyebut kampanye Israel di Gaza sebagai "genosida". Akibatnya, perwakilan AS di PBB mendesak pemecatannya dan menuduhnya anti-Semitisme dan bias. Bahkan, Washington menjatuhkan sanksi terhadapnya.
Google sendiri dikabarkan menolak memberikan komentar terkait hal ini.
Kantor Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menegaskan bahwa para pelapor beroperasi secara independen dan ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia.
Google memperluas dukungan AI kepada militer Israel setelah serangan Hamas pada Oktober 2023. Sebelumnya, Google dan Amazon telah menandatangani kontrak cloud senilai USD1,2 miliar dengan pemerintah Israel di bawah Proyek Nimbus.
Google menghadapi kritik atas perannya dalam konflik tersebut. Pada bulan Februari, Google menghapus janji dari pedoman AI-nya untuk tidak mengembangkan alat untuk senjata atau pengawasan.
Perusahaan ini juga menghadapi tuduhan bias politik. Pejabat Rusia menuduh Google melakukan diskriminasi terhadap media pemerintah dan membatasi akses bagi pengguna. Sejak eskalasi konflik Ukraina pada Februari 2022, Google telah membatasi monetisasi untuk entitas yang terkait dengan Rusia dan menangguhkan pembayaran kepada pengembang aplikasi dengan rekening bank Rusia.