Konflik Royalti Musik: EO Jadi Biang Kerok?

Jakarta – Perseteruan antara penyanyi dan pencipta lagu yang marak belakangan ini, ternyata berakar dari ketidakpatuhan penyelenggara acara (Event Organizer/EO) dalam membayar royalti. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oeratmangun, dalam sidang uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dharma menegaskan bahwa banyak pengguna karya cipta yang tidak taat hukum, sehingga hak ekonomi para musisi dan pencipta lagu terabaikan. Padahal, kepatuhan EO dalam membayar royalti sangat krusial untuk menyejahterakan para pelaku industri musik.

"Akar masalahnya adalah pengguna yang tidak patuh hukum," tegas Dharma. Ia menambahkan, sidang uji materi yang diajukan oleh Ariel Noah dan 28 musisi lainnya tidak akan efektif jika EO tetap mengabaikan kewajiban pembayaran royalti.

Menurut Dharma, kerugian yang disebabkan oleh EO yang lalai mencapai miliaran rupiah, yang berdampak langsung pada kesejahteraan musisi dan pencipta lagu. Akibatnya, para pelaku industri musik hanya menerima "tetesan" dari hak mereka, sehingga menimbulkan perselisihan.

LMKN mencatat, lebih dari 100 EO telah disomasi karena tidak membayar royalti. Ironisnya, banyak pengusaha lain yang bahkan enggan untuk membayar sama sekali.

Ariel Noah dan rekan-rekannya mengajukan uji materi UU Hak Cipta dengan harapan MK dapat memberikan solusi atas permasalahan royalti yang kerap merugikan musisi. Salah satu poin yang diajukan adalah agar penyanyi diperbolehkan membawakan lagu tanpa izin pencipta, asalkan royalti telah dibayarkan.

Scroll to Top