Perubahan iklim global tak hanya menyebabkan naiknya permukaan laut, tetapi juga menyimpan kejutan lain: peningkatan aktivitas vulkanik di berbagai penjuru bumi. Temuan ini terungkap dalam studi terbaru yang dipresentasikan pada Konferensi Goldschmidt 2025 di Praha.
Gunung Berapi di Bawah Es: Bangkitnya Aktivitas
Ratusan gunung berapi yang tersembunyi di bawah lapisan gletser di Antartika, Rusia, Selandia Baru, dan Amerika Utara diprediksi akan mengalami peningkatan frekuensi dan kekuatan letusan.
Penelitian yang fokus pada enam gunung berapi di Chili selatan menunjukkan korelasi kuat antara mencairnya es di akhir zaman es dengan meningkatnya aktivitas vulkanik.
"Gletser bertindak layaknya penutup yang menekan aktivitas vulkanik di bawahnya. Ketika es ini mencair, tekanan di dalam bumi berkurang, sehingga memicu letusan yang lebih eksplosif," ungkap peneliti utama studi ini.
Mekanisme Tektonik di Balik Ledakan
Mekanisme di balik fenomena ini terbilang sederhana namun sangat berpengaruh. Beban berat lapisan es menekan kerak dan mantel bumi.
Saat es mencair, tekanan ini berkurang, memungkinkan gas dan magma untuk mengembang, menciptakan tekanan tinggi yang akhirnya memicu letusan dahsyat.
Islandia, yang terletak di pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Amerika Utara, menjadi contoh nyata. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa saat gletser Islandia mencair sekitar 10.000 tahun lalu, frekuensi letusan gunung berapi melonjak drastis, hingga 30-50 kali lipat.
Studi Kasus di Chili: Mengungkap Masa Lalu
Para ahli mempelajari Gunung Mocho-Choshuenco dan lima gunung berapi lainnya di Chili selatan untuk memahami efek pencairan gletser di wilayah kontinental. Dengan menggunakan teknik penanggalan isotop argon dan analisis kristal magmatik, mereka melacak aktivitas vulkanik yang terkait dengan mencairnya Lapisan Es Patagonia.
Hasilnya menunjukkan bahwa antara 26.000 hingga 18.000 tahun lalu, gletser yang tebal menekan aktivitas erupsi, menyebabkan akumulasi magma besar di bawah permukaan. Setelah es mencair, tekanan dilepaskan, menyebabkan letusan yang membentuk wajah gunung seperti yang kita lihat saat ini.
Dampak Global: Pendinginan dan Pemanasan
Sebuah studi pada tahun 2020 mengidentifikasi setidaknya 245 gunung berapi aktif yang terletak di bawah atau dalam jarak 5 kilometer dari lapisan es. Hal ini menjadikan mereka sebagai titik kritis dalam kaitannya dengan iklim dan potensi bahaya geologis.
Dalam jangka pendek, letusan menghasilkan aerosol sulfat yang memantulkan sinar matahari, menciptakan efek pendinginan. Namun, dalam jangka panjang, emisi gas rumah kaca dari letusan berpotensi mempercepat pemanasan global.
"Ini menciptakan siklus umpan balik positif: pencairan es memicu letusan, letusan melepaskan gas rumah kaca yang kemudian mempercepat pemanasan dan pencairan lebih lanjut," jelas peneliti.
Implikasi dan Seruan untuk Penelitian Lebih Lanjut
Wilayah seperti Amerika Utara, Rusia, dan Selandia Baru membutuhkan pemantauan ilmiah yang lebih intensif karena potensi bahaya serupa.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya memahami hubungan erat antara perubahan iklim dan aktivitas geologis. Dengan mencairnya gletser yang semakin cepat, dunia berisiko menghadapi konsekuensi alam yang jauh lebih kompleks dari yang diperkirakan sebelumnya.