Samarinda – Kisah pilu datang dari Agatha, seorang wanita berusia 39 tahun asal Samarinda, Kalimantan Timur, yang didiagnosis menderita kanker saluran empedu stadium 4. Perjalanan panjangnya melawan penyakit mematikan ini dimulai dari gejala yang awalnya dianggap sebagai sakit maag biasa.
Agatha menceritakan bahwa awalnya ia merasakan nyeri di bagian lambung, mirip seperti gejala maag. Dalam kurun waktu sebulan, ia bahkan harus bolak-balik ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) hingga tiga kali. Sayangnya, meskipun telah mendapatkan suntikan dan penanganan, kondisinya tak kunjung membaik, justru semakin memburuk.
Selain nyeri lambung, Agatha juga mengalami gejala lain seperti nyeri yang menjalar ke bagian kanan atas perut, tepat di bawah tulang rusuk. Ia juga merasakan gatal-gatal hebat di telapak tangan dan kaki yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Perubahan warna kulit menjadi kuning hingga gelap, kelelahan ekstrem, serta demam dan menggigil hampir setiap hari turut menyertai perjuangannya.
Awalnya, beberapa dokter spesialis penyakit dalam di Samarinda menduga Agatha hanya mengalami gangguan ringan pada hati. Namun, Agatha merasa ada sesuatu yang lebih serius. Ia kemudian memeriksakan diri ke dokter spesialis dalam lainnya dan menjalani USG abdomen. Hasilnya menunjukkan adanya batu empedu, dan ia pun diberikan obat penghancur batu empedu.
Namun, kondisi Agatha tak kunjung membaik. Warna kulitnya semakin menguning, tubuhnya semakin lemas hingga tak mampu lagi bekerja dan beraktivitas normal. Berat badannya pun turun drastis, hingga 3 kg dalam sebulan. Ia juga sering mengalami sesak napas. Akhirnya, ia memeriksakan diri ke dokter Gastroentero Hepatologi dan disarankan untuk menjalani Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP).
Hasil MRCP menunjukkan adanya batu yang menyumbat saluran empedu utama serta kelainan struktur hati. Agatha kemudian dirujuk ke dokter bedah digestif di Samarinda, yang menduga kondisinya tersebut merupakan kelainan bawaan atau genetik.
Merasa penanganan di wilayahnya terlalu lambat sementara kondisinya terus melemah, Agatha memutuskan untuk pergi ke Jakarta pada Agustus 2024 untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Di sana, seluruh pemeriksaan diulang. Pada September 2024, ia menjalani operasi pertama. Hasil patologi anatomi (PA) menunjukkan adanya tumor ganas di saluran empedu yang telah menyebar ke hati.
Setelah kembali ke Samarinda, kondisi Agatha sempat membaik. Namun, pada bulan November, gejala kembali muncul, yaitu kulitnya mulai menguning hingga ke mata. Urine juga berwarna kuning pekat seperti teh, terutama jika tubuhnya terlalu lelah.
Kondisi Agatha semakin memburuk dan pada pertengahan Januari 2025, ia kembali ke Jakarta dalam kondisi yang sangat lemah. Berat badannya turun hingga total 10 kilogram, bahkan ia juga mengalami mual, muntah, demam menggigil, sesak napas, dan kelelahan ekstrem.
Saat dirawat inap di Jakarta, Agatha akhirnya mendapatkan penjelasan lengkap dari dokter bahwa sejak September 2024 ia telah terdiagnosis kanker saluran empedu yang telah menyebar ke hati (metastasis) atau stadium 4.
Pada Februari 2025, ia kembali menjalani operasi kedua berupa prosedur by pass lambung dan usus (Longmire Procedure). Dari jaringan yang diambil saat operasi, diketahui bahwa sel kanker juga telah menyebar ke duodenum atau usus dua belas jari.
Agatha mengungkapkan bahwa ia pernah menjalani operasi kista di hati dan usus saat berusia 3 tahun. Dokter menduga penyakit tersebut kambuh atau muncul lagi setelah puluhan tahun. Sebelumnya, ia juga beberapa kali menjalani operasi pengangkatan tumor jinak di payudara.
"Jadi badan saya seperti lahan subur untuk tumor," ungkapnya.
Pada akhir Mei 2025, Agatha menjalani prosedur Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) dan dipasang tiga stent di saluran empedu untuk mencegah penyumbatan. Pada bulan Juni 2025, ia memilih menjalani imunoterapi, setelah mempertimbangkan bahwa kemoterapi memiliki kemungkinan keberhasilan yang sangat kecil.
Saat ini, Agatha masih berada di Samarinda. Ia berencana kembali ke Jakarta awal bulan depan untuk kontrol dan kemungkinan penggantian stent, mengingat kondisi gatal-gatal yang dialaminya.