Seorang wanita bernama Agatha dari Samarinda, Kalimantan Timur, didiagnosis menderita kanker saluran empedu stadium 4 setelah sebelumnya diduga hanya mengalami masalah maag. Kisah pilunya ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya diagnosis yang akurat.
Awalnya, Agatha sering merasakan kelelahan yang berlebihan dan perubahan warna urine menjadi keruh seperti teh. Gejala-gejala ini membuatnya berulang kali masuk Unit Gawat Darurat (UGD) di Samarinda, di mana ia didiagnosis dengan penyakit maag dan diberikan suntikan obat maag. Namun, kondisinya tak kunjung membaik, malah semakin memburuk disertai demam.
Titik terang muncul ketika Agatha memutuskan untuk berobat ke Jakarta dan berkonsultasi dengan dokter spesialis Gastroentero Hepatologi. Setelah menjalani pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP), terungkap bahwa terdapat batu yang menyumbat saluran empedunya dan adanya kelainan struktur hati.
Awalnya, beberapa dokter menduga Agatha hanya mengalami gangguan ringan pada hati. Akan tetapi, hasil MRCP menunjukkan adanya masalah yang lebih serius. Pada Agustus 2024, Agatha terbang ke Jakarta untuk mendapatkan penanganan yang lebih memadai. Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengkonfirmasi adanya tumor ganas di saluran empedu yang telah menyebar ke hati.
Sempat merasakan perbaikan setelah pemeriksaan tersebut, Agatha kembali ke Samarinda. Sayangnya, kondisinya kembali memburuk pada November 2024, ditandai dengan kulit dan mata yang menguning, serta urine berwarna kuning pekat seperti teh, terutama saat tubuhnya kelelahan.
Pada Januari 2025, Agatha kembali ke Jakarta dan mendapat penjelasan dari dokter bahwa ia menderita kanker saluran empedu stadium 4. Berat badannya pun turun drastis hingga 10 kg. Saat menjalani operasi pada Februari 2025, dokter menemukan sel kanker telah menyebar ke usus dua belas jari (duodenum). Selanjutnya, pada akhir Mei 2025, Agatha menjalani prosedur Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) dan dipasangi tiga stent di saluran empedu untuk mencegah penyumbatan.
Hingga saat ini, Agatha masih berjuang menjalani pengobatan. Pada Juni lalu, ia menjalani imunoterapi sebagai alternatif dari kemoterapi, mengingat tingkat keberhasilan kemoterapi yang rendah dalam kasusnya.
Kini, Agatha berencana kembali ke Jakarta untuk kontrol dokter dan kemungkinan penggantian stent. Kisah Agatha menjadi pengingat akan pentingnya mencari second opinion dan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk diagnosis yang tepat, terutama jika gejala yang dialami tidak membaik dengan pengobatan standar.