Edwin Super Bejo: Dari Bintang TV Era 90-an Hingga Refleksi Diri

Teuku Edwin, atau yang lebih dikenal sebagai Edwin Super Bejo, adalah ikon presenter di era 90-an. Namun, kini kehadirannya di layar kaca tak sesering dulu. Edwin memaknai hal ini sebagai bagian dari perjalanan hidup yang dinamis, dengan pasang surut yang tak terhindarkan.

"Hidup itu berputar. Ada masanya kita vakum, sepi job. Dulu terkenal, lalu tiba-tiba menghilang. Awalnya, saya jadi ‘tukang komen’ di rumah," ungkapnya.

"Tukang komen" yang dimaksud adalah kebiasaannya mengkritisi setiap acara televisi yang ditonton. Ia merasa dirinya bak komentator dadakan yang selalu protes.

"Itu sindrom star syndrome. Merasa paling hebat, enggan berbuat, hanya bisa mengkritik. Padahal, saya sedang terpuruk dan berusaha menutupinya. Saya merasa, ‘Kenapa aku jadi begini?’. Akhirnya saya sadar, ‘Ini salah’," lanjutnya.

Selain menjadi pengkritik dadakan, Edwin juga mengakui dirinya menjadi boros. "Boros itu menghambur-hamburkan uang hanya untuk ‘pamer’, menunjukkan bahwa saya masih eksis," jelas bintang film "Start Up Never Give Up" ini.

Titik balik terjadi ketika Edwin menyadari bahwa perilakunya tidak sehat. Ia mulai berusaha mengenal dan memahami dirinya sendiri.

"Saya mencoba ‘berkenalan’ dengan diri sendiri. ‘Halo Edwin, ada masalah apa?’. Saya bertanya, merenung, dan menyadari kesalahan saya. Akhirnya, saya memperbaikinya," tuturnya.

Kini, Edwin menikmati kehidupannya. Ia menyadari bahwa dunia hiburan telah banyak berubah.

"Dulu, jumlah stasiun TV masih terbatas, media sosial belum sepopuler sekarang. TV jadi tontonan utama. Sekarang, artis ‘handphone’. Aduh… badan saya terlalu besar untuk masuk ke handphone," kelakarnya saat ditanya tentang keinginannya mengikuti tren artis masa kini.

Scroll to Top