Ibu kota Taiwan, Taipei, dilanda suasana mencekam. Jalanan sunyi senyap, sirene meraung-raung, dan penduduk diperintahkan untuk berlindung di dalam rumah.
Kamis, 17 Juli 2025, pemerintah menggelar simulasi serangan udara tahunan sebagai langkah antisipasi terhadap potensi serangan rudal dari Tiongkok.
Tepat pukul 13.30 waktu setempat, sirene meraung, menandai dimulainya evakuasi wajib di jalanan selama 30 menit. Seluruh kota dan wilayah Taiwan utara praktis lumpuh total. Kendaraan diperintahkan untuk menepi, dan warga yang berada di luar rumah diminta segera mencari perlindungan.
Peringatan darurat dikirimkan secara massal ke ponsel oleh Kementerian Pertahanan Taiwan.
"Latihan Pertahanan Udara. Serangan Rudal. Segera cari perlindungan!"
Pesan ini disampaikan dalam bahasa Mandarin dan Inggris, disertai dengan suara alarm yang memekakkan telinga.
Pemerintah Taiwan baru-baru ini memperbarui panduan keselamatan publik mengenai tindakan yang harus diambil saat peringatan serangan udara dikeluarkan. Panduan baru ini memberikan arahan tambahan bagi warga yang tidak sempat mencapai tempat perlindungan, termasuk mereka yang sedang mengemudi.
Langkah-langkah darurat ini merefleksikan meningkatnya kekhawatiran Taiwan terhadap ancaman nyata dari Beijing. Dalam lima tahun terakhir, Tiongkok semakin agresif menunjukkan tekanan militernya terhadap pulau yang memiliki pemerintahan demokratis itu, termasuk dengan menerbangkan jet tempur ke wilayah udara sekitar Taiwan hampir setiap hari.
Dalam 24 jam terakhir saja, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan keberadaan 58 pesawat militer Tiongkok, termasuk jet tempur, yang terdeteksi di sekitar wilayah pulau. Dari jumlah tersebut, 45 di antaranya melintasi garis median Selat Taiwan, yang secara informal dianggap sebagai zona penyangga antara kedua belah pihak.
Sementara itu, Presiden Taiwan Lai Ching-te, yang dicap sebagai "separatis" oleh pemerintah Tiongkok, menegaskan kembali bahwa Taiwan adalah entitas berdaulat dan nasib pulau tersebut hanya bisa ditentukan oleh rakyatnya sendiri.
Ia terus-menerus mengajak Beijing untuk berdialog, namun tawaran tersebut selalu ditolak mentah-mentah.
Tiongkok sendiri belum pernah mengesampingkan opsi penggunaan kekuatan militer untuk mengambil alih Taiwan.
Dalam simulasi serangan di Taipei, aparat kepolisian mengatur lalu lintas dengan meminta kendaraan menepi ke pinggir jalan.
Warga yang masih berada di luar diperintahkan mencari tempat berlindung, sementara sejumlah toko dan restoran menurunkan pintu besi dan mematikan lampu—langkah yang dirancang agar tidak menjadi sasaran empuk dalam skenario serangan malam hari.
Tepat 30 menit kemudian, sirene kembali berbunyi sebagai tanda bahwa situasi dinyatakan aman dan latihan selesai.
Latihan sipil ini berlangsung bersamaan dengan latihan militer terbesar sepanjang sejarah Taiwan, yang mencakup simulasi serangan terhadap sistem komando, infrastruktur penting, serta respons terhadap taktik "grey zone" dari Tiongkok—mulai dari penyusupan militer hingga kampanye disinformasi untuk menguji ketahanan mental dan operasional Taiwan.