Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) menegaskan bahwa PT Indonesia Airlines Holding belum bisa memulai operasional penerbangan. Kendala utama terletak pada Sertifikat Standar yang masih berstatus "belum terverifikasi."
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menjelaskan bahwa verifikasi adalah tahapan penting dalam proses perizinan. Indonesia Airlines belum menyerahkan rencana usaha yang merupakan salah satu persyaratan teknis untuk Sertifikat Standar.
"Status ‘belum terverifikasi’ berarti prosesnya belum rampung. Belum ada jaminan operasional sampai semua tahap dipenuhi sesuai aturan yang berlaku," jelas Lukman.
Meskipun perusahaan sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar untuk Angkutan Udara Niaga Berjadwal dan Tidak Berjadwal, status di sistem Online Single Submission (OSS) dan Sistem Informasi Perizinan Terpadu Angkutan Udara (SIPTAU) menunjukkan bahwa masih ada persyaratan yang belum terpenuhi. Akibatnya, sertifikat tersebut belum bisa dijadikan dasar hukum untuk menyelenggarakan layanan angkutan udara.
Menanggapi informasi yang beredar mengenai Indonesian Airlines yang sudah beroperasi, Lukman menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pengajuan perizinan yang sah kepada Kementerian Perhubungan terkait pendirian badan usaha angkutan udara atas nama Indonesia Airlines Holding.
Ditjen Hubud menyatakan siap mendukung pendirian maskapai baru, asalkan seluruh proses dilakukan secara transparan, tertib, dan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami terbuka terhadap inisiatif pendirian maskapai baru, tapi setiap tahap harus dilalui sesuai aturan. Transparansi informasi juga penting untuk menjaga kepercayaan publik dan iklim investasi yang sehat," imbuh Lukman.
Ketentuan pendirian usaha angkutan udara diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 yang diperbarui melalui PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR). Setiap badan usaha wajib memiliki NIB dan Sertifikat Standar. Kedua dokumen ini baru dinyatakan berlaku setelah seluruh persyaratan diverifikasi oleh Ditjen Hubud.
Sebagai bagian dari verifikasi, badan usaha wajib menyerahkan Rencana Usaha jangka menengah lima tahun ke depan melalui SIPTAU yang terintegrasi dengan sistem OSS. Dokumen ini harus mencakup rencana kepemilikan pesawat, rute penerbangan, kebutuhan sumber daya manusia, kemampuan keuangan, dan aspek pendukung lainnya.
Pemohon izin angkutan udara niaga berjadwal minimal harus memiliki satu pesawat dan menguasai dua pesawat lainnya. Jika mengajukan izin untuk dua jenis usaha, jumlah pesawat wajib disesuaikan dengan lingkup layanan.
Setelah semua dokumen lengkap, status Sertifikat Standar akan ditingkatkan menjadi "telah terverifikasi." Maskapai kemudian bisa mengajukan sertifikasi Air Operator Certificate (AOC), yang meliputi pra permohonan, permohonan resmi, evaluasi dokumen teknis, inspeksi, dan demonstrasi.
Setelah AOC diterbitkan, maskapai dapat mengajukan permohonan rute penerbangan dan menyerahkan standar pelayanan penumpang sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2021 dan PM 30 Tahun 2021.
Proses perizinan usaha angkutan udara bukan hanya administratif, tetapi juga bagian dari sistem pengawasan keselamatan dan kesiapan operasional. Oleh karena itu, publikasi informasi sebelum seluruh tahapan dilalui dapat menimbulkan persepsi keliru di masyarakat.