"Sore: Istri dari Masa Depan" dan Luka Seorang Istri di Dunia Nyata

Film dan serial "Sore: Istri dari Masa Depan" tengah menjadi perbincangan hangat. Kisah romantis tentang Sore yang kembali dari masa depan untuk menyelamatkan suaminya, Jonathan, dari kematian dini akibat gaya hidup tidak sehat, berhasil menyentuh hati banyak penonton.

Namun, bagi Diana, seorang ibu tunggal asal Bandung, film ini bukan sekadar tontonan menghibur. "Sore" justru membangkitkan kenangan pahit tentang kehilangan suaminya dan masa-masa sulit setelahnya.

Diana menikah dengan suaminya, seorang pekerja keras yang selalu mendukungnya, setelah berpacaran sejak kuliah. Sayangnya, di balik sifat positifnya, sang suami memiliki kebiasaan buruk seperti merokok berat, sering begadang, dan telat makan. Diana sudah berusaha mengingatkan, namun usahanya sia-sia. Suaminya beralasan bahwa rokok adalah peredam stres dan sulit mengubah kebiasaan tidur serta makannya.

Setelah dikaruniai seorang anak, Diana memutuskan berhenti bekerja untuk fokus mengurus keluarga. Hal ini membuat suaminya semakin giat bekerja, namun tidak diimbangi dengan perhatian terhadap kesehatan. Di usia 32 tahun, sang suami meninggal dunia akibat gangguan jantung dan paru-paru.

Kehilangan ini membuat Diana merasa dunianya runtuh. Ia merasa kehilangan teman untuk berbagi masa depan. Satu-satunya yang membuatnya bertahan adalah putranya. Diana kemudian kembali bekerja untuk menyambung hidup dan menjaga kewarasannya.

Awalnya, teman-teman Diana tidak menyarankan menonton film "Sore" karena khawatir akan memicu trauma. Namun, Diana justru tertarik dan akhirnya menontonnya. Selama menonton, ia tak kuasa menahan air mata dan merasakan sesak di dada.

"Seandainya aku bisa seperti Sore, aku pasti akan lebih tegas meminta suamiku untuk hidup sehat," ujarnya. Ia menyesal karena gaya hidup tidak sehat suaminya telah merenggut nyawanya dan membuat hidupnya menjadi berat, serta putranya kehilangan sosok ayah.

Kini, Diana hanya bisa memendam penyesalan. Ia memutuskan untuk "balas dendam" dengan menjaga gaya hidupnya sendiri demi menemani putranya tumbuh dewasa. Ia juga bertekad untuk membiasakan anaknya hidup sehat agar tidak meniru kebiasaan buruk ayahnya.

"Kehilangan orang tersayang itu sama seperti kehilangan separuh jiwa. Yang tersisa kemudian cuma hari-hari kosong," tutupnya.

Scroll to Top