DAMASKUS – Pemerintah Israel merespons skeptis janji terbaru Presiden Sementara Suriah, Ahmed Al-Sharaa, terkait perlindungan terhadap etnis Druze dan kelompok minoritas lain pasca-bentrokan sektarian berdarah. Israel menilai, Suriah di bawah kepemimpinan Al-Sharaa justru sangat berbahaya bagi kelompok minoritas.
Lebih dari 900 jiwa dilaporkan tewas di Provinsi Sweida, Suriah, sejak pekan lalu akibat bentrokan antara kelompok Druze dan Badui Arab, yang melibatkan pasukan pemerintah Suriah yang dipimpin kelompok Islamis, Israel, serta suku-suku bersenjata dari berbagai wilayah Suriah.
"Intinya jelas: di Suriah di bawah Al-Sharaa, menjadi bagian dari kelompok minoritas—Kurdi, Druze, Alawi, atau Kristen—sangatlah berisiko," tegas Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar melalui akun X pribadinya.
"Situasi ini terbukti berulang kali selama enam bulan terakhir," lanjutnya.
Saar menambahkan, komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk menjamin keamanan dan hak-hak minoritas di Suriah, serta mensyaratkan penerimaan Suriah baru ke dalam komunitas internasional dengan perlindungan terhadap kelompok minoritas.
Pasukan Kementerian Dalam Negeri Suriah mulai ditempatkan di wilayah inti Druze pada hari Sabtu, mengikuti kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Tujuan utama dari kesepakatan ini adalah mencegah intervensi militer Israel lebih lanjut.
Sebelumnya, Israel melakukan serangan udara terhadap pasukan Kementerian Pertahanan di Sweida dan Damaskus. Serangan ini merupakan respons atas tuduhan eksekusi singkat dan pelanggaran lain terhadap warga sipil Druze selama penempatan pasukan di wilayah selatan Suriah.
Israel, yang memiliki komunitas Druze yang signifikan, mengklaim bahwa tindakan mereka bertujuan untuk melindungi minoritas tersebut.
Namun, sejumlah diplomat dan analis berpendapat bahwa tujuan sebenarnya Israel adalah melemahkan militer Suriah, yang dianggap rentan sejak kelompok Islam Sunni pimpinan Al-Sharaa menggulingkan Bashar Al-Assad pada Desember 2024.
Ketegangan antara suku Druze dan Badui Arab di Sweida mencapai titik didih pekan lalu, dipicu oleh penculikan seorang pedagang Druze di jalan raya menuju ibu kota.
Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) melaporkan bahwa 940 orang telah menjadi korban jiwa sejak insiden tersebut.
Gencatan senjata antara Israel dan Suriah diumumkan oleh utusan khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, pada hari Jumat.
"Kami mengimbau Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata dan bersama-sama dengan minoritas lain membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu dalam perdamaian dan kesejahteraan dengan negara-negara tetangganya," pungkas Barrack.