Penemuan dua meteorit di Gurun Sahara pada tahun 2023 memicu gelombang kegembiraan di kalangan astronom. Dugaan kuat mengarah pada asal-usul yang tak terduga: Merkurius, planet terdekat dengan Matahari yang selama ini menyimpan banyak misteri. Jika terbukti benar, ini akan menjadi momen bersejarah, menandai pertama kalinya manusia berhasil mengidentifikasi serpihan dari planet terdalam Tata Surya yang jatuh ke Bumi.
Merkurius, dengan posisinya yang dekat dengan Matahari, menjadi tantangan besar dalam eksplorasi ruang angkasa. Hanya segelintir wahana tak berawak yang pernah berhasil mendekatinya. Pengetahuan kita tentang geologi dan komposisi planet ini masih sangat minim. Sampai saat ini, belum ada sampel fisik dari Merkurius yang berhasil dipelajari langsung di Bumi. Sementara itu, ratusan meteorit dari Bulan dan Mars telah diidentifikasi dan dikatalogkan.
Meteorit-meteorit tersebut umumnya berasal dari tumbukan asteroid dahsyat yang melontarkan material dari permukaan Bulan dan Mars ke luar angkasa, hingga akhirnya mendarat di Bumi. Namun, tak semua planet memiliki potensi yang sama untuk mengirimkan puing ke luar angkasa. Venus, misalnya, dengan atmosfer tebal dan gravitasi kuat, membuatnya sulit melontarkan material. Sebaliknya, Merkurius diyakini memiliki potensi menghasilkan meteorit.
"Berdasarkan jumlah meteorit Bulan dan Mars, seharusnya ada sekitar 10 meteorit Merkurius," kata seorang peneliti meteorit. Namun, jarak Merkurius yang dekat dengan Matahari membuat material yang terlontar harus mengatasi gravitasi Matahari untuk mencapai kita, sebuah proses yang jauh lebih sulit.
Dua meteorit yang menjadi sorotan adalah Northwest Africa 15915 (NWA 15915) dan Ksar Ghilane 022 (KG 022). Jika terbukti berasal dari Merkurius, batuan ini akan menjadi kunci untuk membuka pemahaman ilmiah tentang planet tersebut. Namun, ada beberapa ketidaksesuaian antara komposisi meteorit ini dan data yang kita ketahui tentang Merkurius.
Salah satu pertanyaan besar adalah usia batuan. Fragmen meteorit tersebut diperkirakan berusia sekitar 4,5 miliar tahun, lebih tua dari permukaan Merkurius yang diketahui saat ini.
Petunjuk Kimia Menarik, Tapi Belum Cukup
Ini bukan pertama kalinya ilmuwan mencurigai adanya meteorit yang berasal dari Merkurius. Sebelumnya, Northwest Africa (NWA) 7325 sempat menjadi kandidat kuat, namun kandungan kromiumnya yang tinggi tidak sesuai dengan komposisi permukaan Merkurius.
Meteorit jenis aubrite juga sempat dikaitkan dengan Merkurius. Namun, secara kimiawi, meteorit aubrite juga tidak cocok dengan permukaan planet tersebut.
Dalam studi terbaru, ditemukan bahwa kedua meteorit dari Gurun Sahara mengandung olivin dan piroksen, mineral miskin zat besi yang juga ditemukan di permukaan Merkurius. Analisis lebih lanjut bahkan mengindikasikan tidak adanya kandungan besi sama sekali dalam sampel, sebuah ciri khas komposisi Merkurius.
Namun, meteorit ini hanya mengandung sedikit plagioklas, mineral yang diyakini melimpah di permukaan Merkurius. Ketidaksesuaian ini membuat asal-usul meteorit masih menjadi perdebatan.
Harapan kini tertuju pada BepiColombo, wahana antariksa milik Badan Antariksa Eropa yang dijadwalkan mulai mempelajari Merkurius secara mendalam pada awal tahun 2027. Misi ini diharapkan dapat memberikan data yang lebih akurat mengenai komposisi, struktur, dan bahkan keberadaan air di planet tersebut.
Mengidentifikasi fragmen dari Merkurius akan sangat penting karena misi pengambilan sampel dari planet ini tergolong sulit dan membutuhkan biaya sangat besar. Penemuan ini membuka jendela baru untuk memahami planet misterius ini, bahkan sebelum kita bisa mengunjunginya secara langsung.