Pekan lalu menjadi saksi pergerakan positif di pasar saham dan obligasi Indonesia. Namun, penguatan ini belum sepenuhnya menular ke nilai tukar rupiah yang masih berjuang menghadapi dominasi dolar AS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja yang impresif. Pada penutupan perdagangan Jumat (18/7/2025), IHSG berada di zona hijau dengan level 7311,91, naik 0,34% pada hari itu dan mengakumulasi kenaikan 3,75% sepanjang pekan. Bahkan, IHSG berhasil mencatatkan rekor 10 hari berturut-turut berada di tren positif, sebuah pencapaian yang terakhir kali terjadi pada Oktober 2019.
Aktivitas perdagangan juga menunjukkan peningkatan, dengan nilai transaksi mencapai Rp17 triliun melibatkan 31,16 miliar lembar saham. Pasar juga diwarnai dengan dominasi saham yang menguat dibandingkan yang melemah, serta kapitalisasi pasar yang mencapai Rp13,10 kuadriliun.
Setelah berbulan-bulan mencatatkan penjualan bersih, investor asing mulai kembali masuk ke pasar saham Indonesia. Pada hari Jumat, tercatat pembelian bersih oleh asing sebesar Rp217,87 miliar di seluruh pasar saham. Jika diakumulasikan, dalam dua hari terakhir asing telah membeli saham RI senilai lebih dari Rp800 miliar, membantu mengurangi angka penjualan bersih sepanjang pekan menjadi Rp1,45 triliun.
Sayangnya, gelombang pembelian asing di pasar saham belum sepenuhnya berdampak positif pada nilai tukar rupiah. Data menunjukkan rupiah berakhir di posisi Rp16.285 per dolar AS. Meskipun ada penguatan sebesar 0,25% pada hari Jumat, namun hal ini belum cukup untuk menutupi pelemahan sebesar 0,49% terhadap dolar AS selama sepekan.
Pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik 0,61% ke posisi 98,46 sepanjang pekan lalu. Penguatan dolar AS ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk inflasi AS yang kembali naik, potensi kebijakan tarif impor oleh Presiden Trump, serta ketidakpastian pasar terhadap arah suku bunga The Fed.
Di sisi lain, pasar obligasi mencatatkan kinerja positif, tercermin dari penurunan yield surat utang acuan dengan tenor 10 tahun (ID10Y) sebesar 2,6 basis poin (bps) menjadi 6,55%. Penurunan yield ini menunjukkan harga obligasi sedang naik, menandakan minat investor yang masih besar terhadap aset konservatif ini.
Sementara itu, bursa saham Amerika Serikat mayoritas ditutup melemah pada perdagangan Jumat, di tengah kekhawatiran pasar terhadap potensi perang dagang baru antara AS dan Uni Eropa. Presiden Donald Trump dikabarkan tengah mendorong penerapan tarif minimum sebesar 15-20% terhadap produk impor dari Eropa.
Fokus Sentimen Pasar Pekan Ini:
Pekan ini, sentimen pasar keuangan akan banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama detail tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump ke Indonesia, maupun sebaliknya. Pasar akan meninjau seberapa besar dampaknya bagi berbagai industri. Selain itu, investor juga akan mencermati rilis data suku bunga acuan untuk kredit di China, dan menanti pidato Jerome Powell.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasar Keuangan Indonesia:
- Keputusan Suku Bunga China: Bank sentral China akan mengumumkan suku bunga pinjaman.
- Tarif Donald Trump: Implementasi tarif resiprokal dan negosiasi bilateral AS dengan negara lain akan terus menjadi perhatian.
- Pidato Jerome Powell: Investor menantikan petunjuk dari Powell terkait langkah moneter yang akan dilakukan.
- Akumulasi Asing dan Rilis Laporan Keuangan Big Bank: Investor asing melirik emiten bank BUMN jelang rilis laporan keuangan.
Agenda dan Rilis Data Penting:
Sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini meliputi pengumuman suku bunga kredit China, lelang US Treasury, dan berbagai acara seremonial serta diskusi publik di dalam negeri.
Dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi, pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan tetap dinamis dalam beberapa waktu ke depan. Investor perlu terus memantau perkembangan global dan domestik untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.