Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi mengakhiri pencatatan saham (delisting) terhadap sepuluh perusahaan publik mulai hari ini, Senin, 21 Juli 2025. Keputusan ini berdampak langsung pada para investor yang memegang saham perusahaan-perusahaan tersebut.
Sepuluh emiten yang terkena delisting adalah PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Grand Kartech Tbk. (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS), PT Steadfest Marine Tbk. (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS), dan PT Nipress Tbk. (NIPS), PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX).
Delisting ini didasarkan pada evaluasi BEI yang menemukan bahwa kesepuluh perusahaan tersebut telah memenuhi kriteria delisting, sebagaimana tercantum dalam pengumuman resmi bursa. Beberapa kriteria utama meliputi kondisi keuangan atau hukum yang memburuk secara signifikan tanpa indikasi pemulihan, serta ketidakmampuan memenuhi persyaratan pencatatan di bursa setelah suspensi perdagangan selama minimal 24 bulan.
Lalu, bagaimana nasib para pemegang saham dari perusahaan yang telah dikeluarkan dari bursa? Jangan khawatir, karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan aturan yang melindungi kepentingan investor dalam situasi ini.
Berdasarkan Surat Edaran OJK No. 13 Tahun 2023, perusahaan yang sahamnya di-delisting wajib melakukan pembelian kembali (buyback) saham dari para pemegang saham. Buyback ini harus dilaksanakan paling lambat 30 hari setelah pengumuman resmi delisting oleh BEI.
Perusahaan wajib mengumumkan rencana buyback mereka secara transparan melalui situs web BEI. Pengumuman tersebut harus mencakup informasi penting seperti jadwal pelaksanaan buyback, harga penawaran, jangka waktu buyback, metode pelaksanaan (melalui bursa atau di luar bursa), identitas perusahaan efek yang ditunjuk (jika melalui bursa), serta tujuan buyback, yaitu untuk mengurangi jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak.
Proses buyback harus diselesaikan dalam waktu maksimal 6 bulan setelah tanggal pengumuman keterbukaan informasi. Aksi buyback ini dapat dilakukan tanpa memerlukan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Bahkan, buyback dapat dilakukan hingga jumlah saham yang dibeli kembali melebihi 10% dari modal disetor perusahaan, demi memastikan jumlah pemegang saham kurang dari 50 pihak atau sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan OJK.
Mengenai harga buyback, akan ditetapkan berdasarkan harga rata-rata perdagangan saham di Bursa Efek selama 30 hari terakhir sebelum hari perdagangan terakhir atau hari suspensi perdagangan. Atau, bisa juga mengacu pada nilai buku per saham berdasarkan laporan keuangan terakhir, mana pun yang lebih tinggi.
OJK memiliki wewenang untuk memberikan perintah tertulis, mengajukan permohonan pembubaran, atau bahkan permohonan pailit terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban buyback setelah delisting. Hal ini menegaskan komitmen OJK untuk melindungi hak-hak investor dalam situasi delisting.