Kasus mantan prajurit marinir, Satria Arta Kumbara, yang sempat viral karena bergabung dengan militer Rusia, kini memasuki babak baru. Ia memohon agar diizinkan kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Permohonan ini muncul setelah ia menyadari bahwa tindakannya bergabung dengan tentara asing berpotensi mencabut status kewarganegaraannya.
Satria berdalih keputusannya bergabung dengan tentara Rusia semata-mata didorong oleh alasan ekonomi dan membantah adanya niat untuk mengkhianati negara. "Saya tidak pernah mengkhianati negara sama sekali karena saya niatkan untuk datang ke sini hanya untuk mencari nafkah," ujarnya.
Menanggapi permohonan tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan bahwa penentuan status kewarganegaraan sepenuhnya berada di bawah wewenang Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Reaksi Anggota Dewan
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, mengaku heran dengan tindakan Satria. Ia mendesak Kemlu dan institusi marinir untuk melakukan investigasi mendalam sebelum mengambil keputusan. "Ini jarang terjadi. Kok bisa ada marinir TNI yang bergabung dengan pasukan negara lain dan berperang untuk negara lain," ungkapnya. Andreas mengingatkan bahwa tindakan Satria melanggar sumpah prajurit dan sistem keprajuritan Indonesia yang tidak mengenal tentara bayaran. Ia juga menyoroti Undang-Undang Kewarganegaraan yang mengatur hilangnya kewarganegaraan bagi mereka yang masuk dinas tentara asing tanpa izin presiden.
Senada dengan Andreas, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menekankan perlunya kehati-hatian dalam memutuskan permohonan Satria. Ia mengingatkan bahwa kesetiaan terhadap NKRI adalah hal utama, terutama karena Satria memiliki latar belakang militer. "Perlu dipastikan secara administratif apakah yang bersangkutan sudah kehilangan atau melepaskan kewarganegaraannya sesuai aturan hukum," kata Dave.
Anggota Komisi I DPR RI lainnya, Farah Puteri Nahlia, bahkan lebih sulit menerima permohonan Satria. Ia mengingatkan pentingnya mengedepankan kepentingan nasional dan penegakan hukum. Farah menyoroti fakta bahwa Satria telah dipecat secara tidak hormat dari marinir dan divonis penjara karena desersi. "Hukum kewarganegaraan kita tidak mengenal dalih ‘ketidaktahuan’, terutama bagi mereka yang pernah bersumpah menjaga kedaulatan negara," tegasnya. Ia menambahkan bahwa seorang mantan prajurit seharusnya memiliki pemahaman yang baik tentang sumpah setia kepada NKRI.