IHSG Berakhir di Zona Merah Setelah 11 Hari Reli Positif

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya mengakhiri tren positifnya pada perdagangan hari ini, Selasa (22/7/2025), setelah mencatatkan kenaikan selama 11 hari berturut-turut. Penutupan hari ini menandai koreksi pertama setelah reli panjang yang membawa optimisme di pasar modal Indonesia.

IHSG ditutup melemah sebesar 0,72% atau 53,45 poin ke level 7.334,74. Aktivitas perdagangan hari ini cukup tinggi dengan nilai transaksi mencapai Rp 19,78 triliun, melibatkan 30,81 miliar saham dalam 2,03 juta transaksi.

Sektor utilitas dan energi menjadi pengecualian, mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 2,21% dan 0,22%. Sebaliknya, mayoritas sektor lain justru mengalami penurunan.

Saham-saham dari kelompok konglomerasi, yang sebelumnya menjadi pendorong utama kenaikan IHSG dalam dua pekan terakhir, kini berbalik menjadi penekan kinerja indeks.

Saham-saham milik grup Prajogo Pangestu menjadi penyebab utama pelemahan IHSG. Saham Barito Pacific (BRPT) mengalami penurunan hampir 8%, menyeret IHSG turun sebesar 11,8 poin. Chandra Asri Pacific (TPIA) juga mengalami penurunan lebih dari 5%, berkontribusi terhadap pelemahan indeks sebesar 11,25 poin.

Namun, saham Chandra Daya Investasi (CDIA), emiten Prajogo yang baru saja melantai di bursa, tetap mencatatkan auto rejection atas (ARA) dan menjadi penahan terbesar dari penurunan IHSG yang lebih dalam.

Selain itu, saham-saham pertambangan BUMN (ANTM), tambang nikel milik Garibaldi ‘Boy’ Thohir dan Saratoga (MBMA), serta tambang emas Grup Salim-Bakrie (BRMS) juga turut menekan kinerja IHSG.

Sebelum koreksi hari ini, IHSG telah menguat secara kumulatif selama 11 hari perdagangan berturut-turut, mencatatkan kenaikan sebesar 7,76% dalam waktu sekitar dua pekan.

Pasar keuangan Indonesia hari ini dipengaruhi oleh beberapa sentimen penting, termasuk rilis data uang beredar Juni 2025 oleh Bank Indonesia, kebijakan suku bunga Bank Sentral China, dan hasil negosiasi tarif pemerintah dengan Amerika Serikat.

Meskipun IHSG telah mencatatkan kenaikan yang signifikan, pasar keuangan Indonesia masih menantikan penguatan nilai tukar rupiah.

Ekonom Bank Danamon, Hossianna Situmorang, menjelaskan bahwa kenaikan pasar saham dapat terjadi bersamaan dengan pelemahan rupiah karena faktor teknikal seperti Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), outflow jangka pendek, dan tekanan musiman valuta asing.

Scroll to Top