Kasus royalti kembali mencuat, kali ini menimpa jaringan resto populer, Mie Gacoan. Manajemen Mie Gacoan di Bali, melalui Direktur PT. Mitra Bali Sukses (IAS), ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali pada 24 Juni 2025. Penetapan ini terkait dugaan pelanggaran hak cipta.
Mie Gacoan Bali diduga secara sengaja dan tanpa izin menyediakan fonogram yang dapat diakses publik secara komersial. Kasus ini tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor B/754/VI/RES.2.1/2025/Ditreskrimsus.
Penting untuk dipahami, distribusi royalti performing rights terbagi menjadi tiga kategori:
- Digital: Royalti dari layanan streaming musik.
- Non Digital: Pembayaran royalti ketika lagu digunakan dalam pertunjukan publik, seperti radio, konser, atau pertunjukan live di tempat umum, termasuk resto.
- Overseas: Royalti dari pemutaran lagu musisi Indonesia di luar negeri, termasuk konser.
Mie Gacoan Bali diduga tidak membayarkan performing rights untuk distribusi non digital kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), sebagai pelapor, terpaksa mengambil jalur hukum karena Mie Gacoan Bali tidak mengurus izin penggunaan lagu setelah serangkaian pertemuan, komunikasi, dan sosialisasi sejak tahun 2022.
SELMI telah melakukan teguran dan mediasi, namun Mie Gacoan Bali tetap menggunakan lagu tanpa mengurus izin penggunaan di LMKN. Hal ini memicu keberatan dari pemilik hak cipta, yang mewajibkan izin dari LMKN jika lagu digunakan secara komersial.
Ketua Umum LMKN, Dharma Oratmangun, mengungkapkan bahwa Mie Gacoan telah memutar ribuan lagu di gerai mereka sejak 2022 tanpa pernah mengurus perizinan atau membayar royalti.
"Mie Gacoan menggunakan karya cipta lagu sejak 2022 dan tidak membayar royalti. Karena tidak kooperatif, maka dilaporkan," tegas Dharma.
Pembayaran royalti lagu dan perizinan blanket license diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik.