Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, yang juga dikenal sebagai Tom Lembong. Langkah ini diambil setelah Tom Lembong sendiri mengajukan banding terhadap vonis tersebut.
Menanggapi keputusan Kejagung, Ari Yusuf Amir, kuasa hukum Tom Lembong, menyatakan bahwa langkah tersebut adalah hal yang "normatif". Menurutnya, pengajuan banding oleh Kejagung adalah prosedur yang biasa dilakukan, terutama karena Tom Lembong juga mengambil langkah serupa. Ari menambahkan, jika Tom Lembong tidak mengajukan banding, kemungkinan besar Kejagung juga tidak akan melakukannya.
"Ini normatif, kalau kami tidak banding, kemungkinan besar mereka juga tidak banding karena merasa tugas mereka sudah selesai," ujarnya.
Ari juga menyampaikan pandangannya bahwa langkah banding Kejagung diperlukan untuk "melengkapi sandiwara" dan menutupi potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat kasus ini. Ia berharap Kejagung melakukan evaluasi mendalam terhadap dampak-dampak yang ada.
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa pihaknya menghormati putusan majelis hakim terhadap Tom Lembong. Ia juga menilai pengajuan banding oleh pihak Tom Lembong sebagai hak yang dijamin oleh undang-undang.
Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula. Tim kuasa hukum Tom Lembong telah mendaftarkan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Zaid Mushafi, kuasa hukum Tom Lembong, menyoroti adanya kejanggalan dalam putusan tersebut, terutama terkait kerugian negara sebesar Rp 194 miliar yang dianggap sebagai potential loss. Ia mempertanyakan dasar hukum yang digunakan untuk membebankan kerugian tersebut kepada Tom Lembong.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Tom Lembong menerbitkan izin impor gula rafinasi yang melanggar aturan dan merugikan negara Rp 194 miliar. Meskipun hakim mengakui bahwa Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi, ia tetap dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta tanpa adanya kewajiban membayar uang pengganti.