Pemerintahan Presiden Donald Trump memberikan angin segar bagi industri teknologi dengan membebaskan smartphone dan komputer dari kebijakan tarif impor yang ketat. Keputusan ini membatalkan rencana pengenaan bea masuk setinggi 125% untuk barang-barang asal Tiongkok.
Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) secara resmi mengumumkan pengecualian ini, yang mencakup pula perangkat elektronik lainnya seperti semikonduktor, sel surya, dan kartu memori. Kebijakan ini hadir di tengah kekhawatiran industri teknologi AS akan potensi lonjakan harga perangkat elektronik, mengingat dominasi Tiongkok sebagai pusat produksi.
Kebijakan tarif dikhawatirkan dapat melipatgandakan harga iPhone dan produk elektronik lainnya di pasar AS hingga tiga kali lipat jika dibebankan kepada konsumen. Apple, sebagai penguasa pasar smartphone AS dengan lebih dari separuh pangsa pasar, sangat bergantung pada produksi di Tiongkok, di mana sekitar 80% iPhone yang dijual di AS diproduksi di sana.
Meskipun demikian, Apple dan produsen besar lainnya seperti Samsung terus berupaya mendiversifikasi rantai pasokan mereka dengan menjadikan India dan Vietnam sebagai alternatif pusat produksi. Apple bahkan dikabarkan telah mempercepat produksi di India menyusul pemberlakuan tarif baru.
Awalnya, Trump berencana mengenakan tarif tinggi kepada banyak negara, namun kemudian mengumumkan penundaan selama 90 hari bagi negara-negara yang terdampak, kecuali Tiongkok. Tarif untuk produk Tiongkok justru ditingkatkan menjadi 145% sebagai respons atas ancaman balasan dari Beijing.
Dalam perubahan kebijakan yang signifikan, Trump menyatakan bahwa negara-negara yang tidak membalas dengan tarif terhadap AS akan mendapatkan keringanan tarif sebesar 10% hingga Juli. Gedung Putih menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari strategi negosiasi untuk mencapai kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan bagi AS, serta untuk mengatasi ketidakseimbangan dalam sistem perdagangan global dan mengembalikan lapangan kerja serta industri manufaktur ke dalam negeri.