Ketegangan di Asia Tenggara meningkat tajam minggu ini akibat konflik antara Thailand dan Kamboja. Meskipun gencatan senjata telah disepakati, potensi eskalasi tetap menjadi perhatian utama.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang berperan aktif sebagai mediator melalui ASEAN, mengumumkan kesepakatan gencatan senjata ini. Kedua negara meminta waktu untuk implementasinya, mengingat pasukan militer telah dikerahkan di sepanjang perbatasan. Penarikan pasukan memerlukan waktu dan perencanaan yang matang. Pemerintah Thailand menekankan bahwa gencatan senjata harus berjalan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Konflik ini berakar dari sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama. Pada bulan Mei lalu, seorang tentara Kamboja tewas dalam baku tembak singkat, memicu kemarahan publik dan meningkatkan ketegangan politik. Puncaknya terjadi pada Rabu malam ketika Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok. Langkah diplomatik ini diambil setelah dua prajurit Thailand kehilangan anggota tubuh akibat ranjau darat di wilayah sengketa.
Militer Thailand mengkonfirmasi pada hari Kamis bahwa mereka telah mengerahkan pesawat tempur F-16 dan menembakkan rudal ke wilayah Kamboja, menghancurkan target militer. Konflik ini dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 16 orang, dengan 14 korban di Thailand (13 warga sipil dan satu tentara) serta satu korban tewas dan lima luka-luka di Kamboja. Bentrokan bersenjata meluas ke 12 titik perbatasan, memaksa pemerintah Thailand mengevakuasi lebih dari 100.000 warga dari empat provinsi.
Sejarah Panjang Sengketa Perbatasan
Thailand dan Kamboja memiliki sejarah hubungan yang kompleks, ditandai oleh sengketa perbatasan yang berlangsung selama puluhan tahun. Perbatasan darat antara kedua negara membentang lebih dari 800 kilometer. Perselisihan klaim wilayah ini sebagian besar berasal dari peta tahun 1907 yang dibuat selama masa penjajahan Prancis. Kamboja menggunakan peta ini sebagai dasar klaim wilayahnya, sementara Thailand berpendapat bahwa peta tersebut tidak akurat.
Kuil Preah Vihear yang berusia 1.000 tahun menjadi pusat konflik yang paling menonjol dan penuh kekerasan. Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memberikan otoritas atas kuil tersebut kepada Kamboja. Setelah beberapa bentrokan yang menyebabkan korban jiwa dan pengungsian, Kamboja kembali mengajukan kasus ini ke ICJ pada tahun 2011. Pada tahun 2013, pengadilan tetap mempertahankan putusan sebelumnya.
Berikut adalah garis waktu singkat konflik Kamboja-Thailand:
- 1907: Sengketa perbatasan bermula dari peta buatan Prancis.
- 1962: Mahkamah Internasional memberikan otoritas atas Kuil Preah Vihear kepada Kamboja.
- 2008-2011: Pertempuran militer berlangsung terus-menerus di wilayah perbatasan.
- 28 Mei 2025: Sengketa perbatasan kembali memanas, dengan seorang tentara Kamboja tewas.
- 15 Juni 2025: Perdana Menteri Thailand dan pemimpin de facto Kamboja melakukan panggilan telepon untuk meredakan ketegangan.
- 23 Juli 2025: Seorang tentara Thailand kehilangan kaki akibat ledakan ranjau darat. Thailand menurunkan tingkat hubungan diplomatik dengan Kamboja.
Namun, akar konflik ini sebenarnya lebih dalam, bermula sejak abad ke-13. Konflik memanas sejak Mei 2025, ketika terjadi baku tembak singkat antara militer Thailand dan Kamboja di wilayah yang diklaim oleh kedua negara, menewaskan satu tentara Kamboja.
Thailand kemudian memperketat pengawasan perbatasan dan memberlakukan pembatasan, sementara Kamboja membalas dengan melarang film dan serial televisi Thailand, menghentikan impor produk pertanian Thailand, serta memboikot pasokan listrik dan koneksi internet lintas batas dari Thailand.
Kuil Preah Vihear: Simbol Konflik
Kuil Preah Vihear lebih dari sekadar situs purbakala kuno. Kuil ini merupakan simbol yang sarat makna sejarah, budaya, nasionalisme, dan geopolitik, menjadikannya sumber konflik berkepanjangan antara Thailand dan Kamboja.
Kuil Preah Vihear dibangun oleh Kekaisaran Khmer antara abad ke-9 hingga ke-12 Masehi dan didedikasikan untuk dewa Siwa. Strukturnya yang menjulang di atas tebing mencerminkan kejayaan peradaban Khmer. Lokasi kuil di puncak pegunungan Dângrêk, persis di perbatasan antara Kamboja dan Thailand, menjadikannya titik strategis dalam sengketa perbatasan.
Pada tahun 2008, Kamboja mendaftarkan Kuil Preah Vihear sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Langkah ini dianggap sebagai kemenangan diplomatik bagi Kamboja, tetapi memicu kemarahan di Thailand. Sejak 2008 hingga 2011, sengketa atas kuil ini berujung pada serangkaian bentrokan bersenjata antara pasukan Kamboja dan Thailand, mengakibatkan korban jiwa dan pengungsian warga sipil.