BPS Akan Merombak Cara Hitung Kemiskinan: Lebih Relevan dengan Zaman?

Badan Pusat Statistik (BPS) berencana memperbarui metode perhitungan kemiskinan di Indonesia, sebuah perubahan signifikan setelah lebih dari dua dekade tanpa penyesuaian sejak tahun 1998.

Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, berbagai kajian internal telah dilakukan untuk mematangkan metode baru ini. Diharapkan, metode yang diperbarui ini siap diimplementasikan paling cepat pada Maret 2026. Tim teknis BPS terus mempersiapkan segala sesuatunya demi transisi yang mulus ke metode yang baru.

Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS menambahkan bahwa metode penghitungan kemiskinan yang ada saat ini dianggap kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu fokus utama perubahan adalah pada daftar komoditas yang digunakan untuk mengukur pengeluaran makanan.

"Komoditas yang kita pakai sekarang sudah kurang relevan. Kita sedang mengkaji komoditas apa yang lebih mencerminkan kondisi pengeluaran makanan saat ini. Metode kita masih berdasarkan kondisi tahun 1998, padahal pola konsumsi makanan sudah jauh berbeda, apalagi dengan munculnya generasi Z yang lebih sering makan di kafe," jelasnya.

Saat ini, BPS sedang menyelesaikan naskah akademis yang menjadi dasar perubahan ini. Proses perubahan metode ini juga melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Keputusan akhir mengenai metode baru ini tidak hanya ditentukan oleh BPS, tetapi juga melibatkan pihak-pihak terkait.

Bagaimana Kemiskinan Dihitung Saat Ini?

Data kemiskinan Maret 2025 dihitung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan pada Februari 2025. Survei ini melibatkan 345 ribu rumah tangga yang tersebar di seluruh Indonesia.

Seseorang dianggap miskin jika pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2025, garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, meningkat 2,34% dibandingkan September 2024. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi (Rp 629.561 per kapita per bulan) dibandingkan di pedesaan (Rp 580.349 per kapita per bulan).

Penghitungan ini didasarkan pada standar konsumsi nasional, baik makanan maupun non-makanan. Porsi pengeluaran untuk makanan mendominasi, yaitu 74,58%, sementara sisanya (25,42%) adalah pengeluaran non-makanan.

Scroll to Top