Hasto Kristiyanto Divonis Lebih Ringan, KPK Beri Sorotan

Jakarta – Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, hanya menerima vonis 3,5 tahun penjara, jauh di bawah tuntutan awal tujuh tahun. Putusan ini langsung menjadi perhatian Ketua KPK, Setyo Budiyanto.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara kepada Hasto, ditambah kewajiban membayar denda Rp 250 juta atau diganti dengan kurungan tiga bulan.

Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah dalam kasus suap kepada Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU, terkait dengan upaya penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan," ucap ketua majelis hakim, Rios Rahmanto, saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Hakim memerintahkan agar Hasto tetap ditahan dan buku-buku yang disita dikembalikan kepadanya.

Hasto dinyatakan bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Namun, hakim tidak menemukan bukti bahwa Hasto melakukan tindakan menghalangi penyidikan seperti yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor.

Hakim menegaskan tidak ada alasan yang dapat meringankan atau membenarkan perbuatan Hasto dalam kasus suap ini. Oleh karena itu, Hasto harus menerima hukuman atas tindakannya.

Peran Hasto dalam Penyediaan Dana Suap

Hakim mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto terlibat langsung dalam upaya pengurusan PAW anggota DPR untuk Harun Masiku. Hasto berperan aktif dalam menyediakan dana sebesar Rp 400 juta untuk menyuap terkait pengurusan PAW Harun Masiku.

"Pembagian peran dalam tindak pidana ini terbukti dengan jelas, kontribusi masing-masing pelaku tidak harus sama besarnya. Yang terpenting adalah adanya kesengajaan bersama dan pembagian peran yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama. Hasto Kristiyanto berperan sebagai penyedia dana Rp 400 juta," jelas hakim.

Hakim menambahkan bahwa Harun juga berperan menyediakan dana tambahan untuk suap tersebut. Peran Hasto dianggap sangat penting dan tak tergantikan karena memiliki akses langsung ke Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU RI.

"Kontribusi terdakwa dalam skema penyuapan ini bersifat esensial dan tidak dapat digantikan oleh pelaku lain. Terdakwa memiliki akses langsung terhadap Wahyu Setiawan berdasarkan hubungan kelembagaan," lanjut hakim.

Dakwaan Menghalangi Penyidikan Tidak Terbukti

Hakim berpendapat bahwa tindakan Harun Masiku merendam telepon seluler tidak dapat dikategorikan sebagai upaya menghilangkan barang bukti. Menurut hakim, telepon tersebut tetap dapat disita oleh KPK.

"Tidak ada bukti HP yang direndam atau ditenggelamkan. Fakta HP yang dimaksud ada dan dapat disita KPK, sehingga tidak ada bukti upaya menghilangkan barang bukti," ungkap hakim.

Hakim menilai tidak ada niat dari terdakwa untuk menghalangi atau menggagalkan proses penyidikan. Unsur kesengajaan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan tidak terpenuhi.

Hakim menjelaskan bahwa perintah Hasto kepada Harun Masiku untuk menenggelamkan telepon seluler terjadi pada 8 Januari 2020, jauh sebelum Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka dan KPK memulai penyidikan. Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor.

Scroll to Top