Sejumlah negara terikat perjanjian pembelian pesawat Boeing sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Strategi ini memberikan suntikan dana segar bagi Boeing setelah mengalami masa sulit.
Pakar kebijakan perdagangan, Bruce Hirsh, mengungkapkan bahwa praktik ini lazim dalam kesepakatan dagang yang dinegosiasikan Trump. Negara-negara mitra dagang menyadari hal ini dan mencari cara untuk menawarkan pembelian barang bernilai tinggi seperti pesawat terbang.
Lalu, negara mana saja yang termasuk dalam daftar wajib beli Boeing?
Negara-Negara Pembeli Boeing
Baru-baru ini, Indonesia dan Jepang mengumumkan pemesanan ratusan unit pesawat Boeing. Indonesia sepakat membeli 50 unit pesawat, mayoritas tipe Boeing 777, sebagai imbalan atas penurunan tarif impor ke AS sebesar 19 persen yang akan berlaku pada 7 Juli 2025.
Menyusul Indonesia, Jepang juga berkomitmen membeli 100 unit pesawat Boeing sebagai bagian dari negosiasi perdagangan. Kesepakatan ini memberikan Jepang tarif 15 persen untuk produk-produk yang diimpor ke AS, turun dari sebelumnya 25 persen.
Sebelum Indonesia dan Jepang, beberapa negara Timur Tengah seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar telah lebih dulu menyetujui pembelian unit Boeing. Bahrain menandatangani pembelian 12 unit Boeing 787 senilai 7 miliar dollar AS. Qatar Airways memesan 130 unit Boeing 787 dan 30 unit Boeing 777-9. Perusahaan penyewaan pesawat asal Riyadh, AviLease, memesan 20 unit Boeing 737 Max 8 dengan opsi pembelian 10 unit lagi. Uni Emirat Arab mengonfirmasi pesanan 28 unit Boeing senilai 14,5 miliar dollar AS.
Keuntungan bagi Boeing
Para analis menilai bahwa Boeing mendapatkan keuntungan signifikan dari kesepakatan perdagangan AS dengan negara-negara tersebut. Peran Boeing sebagai salah satu eksportir utama AS yang mempekerjakan puluhan ribu orang menjadi alasan utama langkah ini.
Wall Street mencatat bahwa pesanan baru dan harga saham Boeing terus mengalami kenaikan sejak awal April.
Presiden firma konsultan penerbangan Avitas, Adam Pilarski, menjelaskan bahwa banyak negara menyepakati pemesanan Boeing karena tekanan dari pemerintah AS untuk menciptakan lapangan kerja di AS.
Namun, Pilarski mengingatkan bahwa pesanan pesawat tersebut mungkin tidak sebesar yang terlihat karena belum ada detail lengkap mengenai perjanjian yang dibuat. Proses negosiasi yang rumit antara produsen dan maskapai penerbangan masih berlangsung.
Contohnya, kesepakatan antara AS dan Indonesia masih dibahas antara maskapai penerbangan Garuda dan Boeing.