Angin Segar Bagi Sawit Indonesia: Tarif Ekspor ke AS Dipangkas, Peluang Emas Menanti

Kabar baik menghampiri sektor pertanian Indonesia! Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) membawa keuntungan signifikan bagi produk pertanian tanah air. AS sepakat menurunkan tarif impor produk dari Indonesia menjadi 19%.

Penurunan tarif ini menjadi angin segar, terutama bagi industri kelapa sawit. Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia berada di posisi yang diuntungkan. Tarif 19% yang diberikan kepada Indonesia lebih rendah dibandingkan Malaysia yang dikenakan tarif 25%, memberikan keunggulan kompetitif bagi Indonesia.

"Ini peluang besar bagi kita. Tarif CPO kita 19%, sementara negara tetangga yang menguasai 80% pasar CPO dunia dikenakan 25%," ujar Amran.

Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Pemerintah juga telah menjalin kemitraan dengan Uni Eropa melalui Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang membuka pintu bagi impor kelapa sawit bebas tarif.

Potensi Tarif Sawit Mendekati Nol Persen

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, negosiasi pemangkasan tarif impor untuk sejumlah komoditas strategis masih terus berlangsung. Komoditas seperti kelapa sawit, kopi, kakao, mineral, produk agro, dan komponen industri menjadi fokus perundingan dengan AS.

Pemangkasan tarif ini dimungkinkan karena AS tidak memproduksi komoditas-komoditas tersebut. Perundingan ini merupakan tindak lanjut dari janji AS kepada Indonesia.

"Perundingan masih terus berjalan untuk membahas detail teknisnya. Indonesia diharapkan mendapatkan tarif yang lebih rendah, yaitu 19%, untuk komoditas sumber daya alam yang tidak diproduksi AS," jelas Airlangga.

Bahkan, ada potensi tarif impor komoditas tersebut bisa lebih rendah dari 19%, mendekati 0%. Ini tentu menjadi harapan besar bagi peningkatan ekspor komoditas unggulan Indonesia ke pasar AS.

Scroll to Top