Perhitungan angka kemiskinan di Indonesia ternyata memiliki dua versi: Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia (World Bank). Muncul perbedaan angka yang cukup signifikan, menimbulkan pertanyaan: mana yang lebih akurat dan bagaimana kita seharusnya memaknainya?
Menurut BPS, Bank Dunia telah memperkenalkan standar baru dalam mengukur kemiskinan ekstrem sejak Juni 2025. Standar ini menggunakan garis kemiskinan ekstrem sebesar US$ 3 per hari berdasarkan paritas daya beli (PPP).
Bank Dunia memperkirakan sekitar 5,44% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem versi terbaru mereka pada tahun 2023. Angka ini berbeda dengan data yang dirilis oleh BPS.
BPS sendiri belum mengadopsi standar US$ 3 PPP untuk mengukur kemiskinan ekstrem di Indonesia. Mereka masih berpegang pada standar US$ 2,15 PPP untuk menjaga konsistensi dengan perhitungan tahun-tahun sebelumnya. Data BPS menunjukkan angka kemiskinan ekstrem pada Maret 2024 sebesar 0,83%, menggunakan standar US$ 1,9 PPP versi 2011.
Perbedaan ini timbul karena BPS masih mempertahankan metode perhitungan lama dengan standar US$ 2,15 PPP untuk perbandingan data historis. Sementara itu, Bank Dunia telah menerapkan metode baru dengan PPP 2017, yang juga diadopsi oleh BPS untuk perhitungan tertentu. Jika angka kemiskinan ekstrem Maret 2024 dihitung dengan metode baru yang sama, hasilnya adalah 1,26%. Ini menunjukkan penurunan dibandingkan Maret 2023.
Perbedaan utama terletak pada metode penghitungan. Metode lama BPS menggunakan pertumbuhan indeks harga konsumen (CPI), sedangkan metode baru mengadopsi deflator spasial dari PBB.
Bank Dunia menjelaskan bahwa estimasi angka kemiskinan mereka sengaja dibuat berbeda dari definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh pemerintah. Hal ini karena definisi kemiskinan nasional dan internasional digunakan untuk tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh masing-masing negara, menyesuaikan dengan konteks unik mereka. Garis kemiskinan nasional digunakan untuk implementasi kebijakan di tingkat nasional, seperti pemberian bantuan kepada masyarakat miskin.
Sebaliknya, garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia berfungsi untuk memantau kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global. Tidak ada definisi tunggal kemiskinan yang dapat digunakan untuk semua tujuan, sehingga wajar jika ada perbedaan dalam garis dan metode penghitungan.
Data kemiskinan nasional dan statistik yang diterbitkan oleh BPS adalah tolok ukur yang paling tepat untuk memahami kondisi kemiskinan di Indonesia. Sementara itu, garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia lebih sesuai untuk memantau kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain.