MUI Jelaskan Alasan di Balik Fatwa Haram Sound Horeg: Lebih dari Sekadar Volume

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan penjelasan komprehensif terkait fatwa yang mengharamkan keberadaan "sound horeg," sebuah keputusan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur.

Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa, fatwa ini lahir melalui proses panjang dan pertimbangan matang. Sebelum keputusan diambil, MUI telah berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha di bidang sound system hingga para ahli kesehatan masyarakat.

Fokus utama fatwa ini adalah dampak negatif sound horeg, bukan hanya dari segi kesehatan pendengaran, tetapi juga potensi kerusakan lingkungan. Kekuatan suara yang dihasilkan dinilai melampaui ambang batas yang aman, sehingga dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan masalah kesehatan lainnya. Lebih jauh lagi, getaran yang dihasilkan dapat merusak bangunan di sekitarnya.

MUI meyakini bahwa fatwa ini bertujuan untuk menciptakan harmoni dan mencegah potensi kerusakan (mafsada) di tengah masyarakat. MUI Pusat memahami sepenuhnya keresahan yang timbul akibat dampak buruk sound horeg.

MUI menekankan perlunya tindakan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan publik, serta mencegah aktivitas yang dapat merusak harmoni sosial. Kepentingan ekonomi, menurut MUI, tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan kerugian yang dialami oleh sebagian besar masyarakat.

Yang dilarang bukanlah alat sound system itu sendiri, melainkan dampak negatif yang ditimbulkannya. Segala kegiatan diperbolehkan selama tidak merugikan pihak lain. Jika sound system digunakan untuk kegiatan positif, tidak merusak, dan diputar pada waktu yang tepat tanpa mengganggu masyarakat, maka hal tersebut diperbolehkan. Intinya, fatwa ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara hiburan dan kesejahteraan masyarakat.

Scroll to Top