Krisis Kelaparan Gaza: Jeda Kemanusiaan dan Harapan di Tengah Konflik

Kecaman internasional atas krisis kelaparan di Gaza mendorong Israel untuk mengumumkan jeda kemanusiaan terbatas di tiga wilayah. Jeda pertempuran ini berlangsung selama 10 jam setiap hari, sebagai upaya membuka akses bagi bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.

Ratusan organisasi kemanusiaan dan HAM, termasuk Dokter Lintas Batas, Save the Children, dan Oxfam, mendesak gencatan senjata segera. Mereka menyoroti tumpukan bantuan yang terbengkalai karena terhalang akses. Pernyataan bersama mereka menggambarkan siklus harapan dan keputusasaan yang dialami warga Palestina, di mana kelangsungan hidup menjadi ilusi semata.

Lebih dari dua juta penduduk Gaza menghadapi kekurangan pangan akut setelah perang berkepanjangan. PBB melaporkan ratusan warga Palestina tewas dalam upaya mencari bantuan pangan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kelaparan ini sebagai "buatan manusia," tanpa secara eksplisit menunjuk Israel.

Sebaliknya, pemerintah Israel menyangkal bertanggung jawab atas kelaparan massal. Mereka menuduh Hamas menghalangi distribusi bantuan dan menjarah pasokan, serta menyalahkan PBB atas kegagalan mengangkut bantuan yang telah disetujui.

Di tengah situasi sulit ini, warga Gaza menyuarakan harapan mereka. Seorang warga Gaza berharap truk bantuan dapat mencapai tenda-tenda pengungsian, memenuhi kebutuhan dasar seperti roti untuk anak-anak mereka. Yang lain berharap bantuan segera datang untuk meringankan kelaparan yang menghantui mereka setiap hari.

Truk bantuan dari Mesir mulai memasuki Gaza melalui perbatasan Rafah, namun harus memutar melalui Kerem Shalom untuk pemeriksaan oleh otoritas Israel.

Jeda taktis dalam pertempuran di Al-Mawasi, Deir el-Balah, dan Kota Gaza diharapkan dapat memfasilitasi penyaluran bantuan. Israel juga mengklaim telah membuka "rute aman" di seluruh Gaza untuk konvoi PBB dan organisasi kemanusiaan. Meskipun demikian, Israel tetap membantah tuduhan sebagai penyebab krisis kelaparan di Gaza.

Scroll to Top