Pemerintah berhasil mengungkap praktik pengoplosan beras di Riau yang merugikan masyarakat. Pengungkapan ini membongkar dua modus operandi curang yang dilakukan pelaku dalam tata niaga beras.
Polda Riau berhasil mengungkap kasus pengoplosan beras yang akan dijual sebagai beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog serta beras premium di Pekanbaru. Penggerebekan ini adalah hasil kolaborasi antara Kementerian Pertanian dan Kepolisian.
Menteri Pertanian, saat berkunjung ke Pekanbaru, menyoroti isu ketahanan pangan dan dugaan praktik pengoplosan beras. Tindak lanjutnya, polisi bergerak cepat melakukan penggerebekan dan penangkapan.
Dalam kasus ini, polisi menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha berinisial R yang kini berstatus tersangka. Akibat perbuatannya, masyarakat terpaksa membayar Rp 5.000-7.000 per kilogram lebih mahal. Bahkan, selisih harga bisa mencapai Rp 9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Kualitas beras oplosan ini juga diduga di bawah standar mutu.
Menteri Pertanian mengapresiasi kerja cepat Polda Riau dalam mengungkap kecurangan pangan ini. Praktik pengoplosan ini merusak program SPHP yang bertujuan memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau. Pengawasan distribusi beras SPHP di seluruh Indonesia diperketat dengan melibatkan Satgas Pangan dan kepolisian.
Direktorat Reskrimsus Polda Riau, yang memimpin pembongkaran kasus ini, mengungkapkan dua modus operandi yang dilakukan tersangka R:
- Mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject, kemudian mengemasnya ulang menjadi beras SPHP.
- Membeli beras murah dari daerah lain dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium untuk menipu konsumen.
Barang bukti yang disita meliputi karung beras SPHP oplosan, karung beras premium berisi beras rendah, karung kosong SPHP, timbangan digital, dan mesin jahit.
Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.