Penggunaan antibiotik dalam jangka panjang, meskipun kadang diperlukan, menyimpan potensi risiko dan efek samping yang patut diperhatikan, terutama pada anak-anak.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi antibiotik, terutama di masa kanak-kanak, dapat memicu masalah kesehatan seperti alergi dan asma. Hal ini disebabkan karena antibiotik dapat mengganggu keseimbangan mikroba usus yang penting bagi kesehatan. Gangguan ini dapat meningkatkan risiko berbagai kondisi alergi, termasuk asma, alergi makanan, dan demam serbuk sari.
Para ahli menekankan pentingnya kehati-hatian dokter dalam meresepkan antibiotik pada anak di bawah usia 2 tahun, mengingat dampaknya pada kesehatan jangka panjang. Studi juga mengindikasikan adanya kaitan antara penggunaan antibiotik dan risiko gangguan intelektual, meskipun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal ini.
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua masalah kesehatan anak terkait dengan penggunaan antibiotik. Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara penggunaan antibiotik dan risiko penyakit autoimun seperti penyakit celiac, radang usus, atau juvenile idiopathic arthritis. Begitu pula, tidak ditemukan hubungan yang kuat dengan gangguan perkembangan saraf seperti ADHD atau ASD.
Risiko kesehatan akibat penggunaan antibiotik juga bervariasi tergantung pada jenis antibiotik dan frekuensi konsumsinya. Semakin sering antibiotik dikonsumsi, semakin tinggi risikonya.
Para ahli menyarankan orang tua untuk selalu berkonsultasi dengan dokter anak mengenai perawatan terbaik. Tidak semua infeksi pada anak kecil memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan antibiotik harus berdasarkan resep dokter untuk mencegah resistensi antimikroba. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri menjadi kebal, sehingga pasien membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi atau waktu yang lebih lama untuk sembuh.