Nestapa Warga Gaza: Kelaparan dan Perjuangan Jurnalis di Tengah Konflik

Gaza, Palestina, dilanda krisis kemanusiaan yang mengerikan. Bukan hanya gempuran serangan, warga Gaza kini berjuang melawan kelaparan akibat terbatasnya pasokan makanan dan akses yang diperketat. Banyak penduduk yang harus menahan lapar selama berhari-hari, sebuah realita pahit yang menguji ketahanan mereka.

Situasi ini diungkapkan oleh para jurnalis yang berada di garis depan. Salah seorang jurnalis menggambarkan situasi ini sebagai masa terberat dalam hidupnya, sebuah krisis yang dipenuhi penderitaan dan kekurangan. Meskipun belum diklasifikasikan sebagai bencana kelaparan oleh pakar global, badan-badan PBB telah memberi peringatan tentang bahaya kelaparan massal yang disebabkan oleh tindakan manusia.

Yang paling menyayat hati adalah ketidakmampuan para jurnalis untuk memberi makan keluarga mereka, terutama anak-anak dan kelompok rentan. Seorang juru kamera yang memiliki anak autis mengungkapkan kepedihannya melihat sang anak memukul-mukul perut karena kelaparan, tanpa mengerti situasi perang yang tengah terjadi.

Seorang jurnalis muda yang menjadi tulang punggung keluarga terus mencari cara untuk mendapatkan makanan. Sang adik yang berusia 13 tahun terus meminta air, namun air yang tersedia sudah tercemar.

Kondisi sulit ini diperparah dengan terbatasnya akses bagi jurnalis internasional. Kantor berita besar mendesak pemerintah untuk mengizinkan wartawan masuk dan keluar dari Gaza. Situasi yang dialami para jurnalis lokal membuat peliputan di Gaza semakin menantang. Kelelahan fisik dan mental menghantui mereka.

Harga kebutuhan pokok melonjak tinggi di tengah kelangkaan. Bahkan mereka yang sebelumnya mampu membeli, kini kesulitan karena pasar banyak yang kosong. Banyak yang terpaksa mengandalkan dapur umum, dengan menu seadanya seperti lentil, nasi, dan pasta. Sebagian harus menunda lapar dengan minum air garam atau membeli biskuit kecil dengan harga yang sangat mahal.

Mendapatkan uang tunai pun menjadi perjuangan tersendiri. Jasa penukaran informal dengan biaya penarikan yang tinggi menjadi satu-satunya harapan. Bank-bank tutup, menambah penderitaan warga Gaza.

Meskipun demikian, bantuan terus berdatangan. Ratusan truk bantuan makanan diklaim telah memasuki Gaza melalui jeda pertempuran. Bantuan didistribusikan oleh PBB dan badan kemanusiaan lainnya. Selain itu, bantuan juga disalurkan melalui udara oleh Israel, Yordania, dan Uni Emirat Arab.

Badan-badan PBB terus memperingatkan tentang ancaman kelaparan dan mendesak gencatan senjata untuk memungkinkan penyaluran bantuan secara besar-besaran. Pemerintah membantah menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dan menuding badan bantuan kemanusiaan gagal mendistribusikan bantuan yang dikirim.

Scroll to Top