Jakarta – Pengusaha Indonesia merasa lega dengan perkembangan terbaru terkait tarif yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk ekspor Indonesia. Kekhawatiran akan tarif 19% yang semula diperkirakan berlaku pada 1 Agustus 2025, tampaknya tidak akan langsung terjadi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menjelaskan bahwa negosiasi perdagangan antara Indonesia dan AS masih berlangsung aktif. Kedua negara telah mencapai kerangka kesepakatan yang menjadi landasan negosiasi lebih lanjut.
Sebelumnya, Indonesia sempat terancam tarif hingga 32%. Namun, berkat lobi intensif yang dilakukan pemerintah Indonesia, potensi tarif tersebut berhasil diturunkan secara signifikan.
"Proses negosiasi masih terus berjalan secara teknis. Targetnya bukan 1 Agustus untuk Indonesia karena sudah ada framework. Negosiasi akan terus berlanjut," ujar Shinta dalam konferensi pers di Jakarta.
Implikasinya, selama belum ada kesepakatan teknis yang final, Indonesia hanya akan dikenakan tarif resiprokal sebesar 10%. Hal ini memberikan sedikit kelegaan, bahkan jika negosiasi berlangsung lebih lama.
"Selama belum ada kesepakatan teknis, tarif yang dikenakan hanya 10%. Kita bisa berlama-lama negosiasi karena kita dapat 10%. Belum ada kondisi yang mendesak untuk disiapkan," tambahnya.
Shinta juga menanggapi permintaan AS terkait pembebasan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk mereka yang masuk ke Indonesia. Menurutnya, penerapan ini tidak bisa serta merta dilakukan dan harus mengikuti aturan yang disepakati dalam negosiasi.
"Yang penting adalah proses negosiasi secara teknis legal, karena perjanjian itu nantinya mengikat secara hukum. Harus ada klausul yang jelas. Tetap ada aturan yang harus diikuti. Ini adalah negosiasi, tidak bisa langsung tanpa local content. Harus jelas seperti apa aturannya," pungkas Shinta.