Presiden Donald Trump mengungkapkan keraguannya terkait efektivitas sanksi terbaru yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap Rusia. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa pemerintahannya akan tetap menerapkan sanksi tersebut, kecuali jika kesepakatan damai untuk mengakhiri perang di Ukraina segera tercapai.
Trump memperpendek secara signifikan tenggat waktu yang diberikan kepada Rusia dan Ukraina untuk mencapai penyelesaian damai, dari 50 hari menjadi hanya 10 hari. Ultimatum ini disertai peringatan bahwa kegagalan mencapai kesepakatan akan memicu sanksi besar-besaran, termasuk potensi tarif 100% dan sanksi sekunder yang menargetkan mitra dagang Rusia.
"Kami akan menjatuhkan sanksi. Saya tidak yakin sanksi itu akan berdampak pada Putin," ujar Trump, merujuk pada Presiden Rusia Vladimir Putin. "Mereka sudah terbiasa dengan sanksi. Saya sangat paham mengenai sanksi, tarif, dan hal-hal semacam itu. Saya tidak tahu apakah ini akan berhasil, tetapi kami akan tetap melakukannya."
Trump juga mengumumkan bahwa utusan khususnya, Steve Witkoff, akan mengunjungi Rusia setelah perjalanannya ke Israel dan Gaza. Witkoff sebelumnya telah bertemu dengan Putin beberapa kali dalam upaya diplomatik.
Penjabat utusan AS untuk PBB, John Kelley, mengonfirmasi bahwa Trump mengharapkan adanya gencatan senjata pada tanggal 8 Agustus. Presiden AS tersebut semakin menunjukkan kekecewaannya terhadap sikap Moskow dalam beberapa minggu terakhir.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menanggapi komentar Trump dengan menyatakan bahwa Moskow telah memperhatikan pernyataan tersebut, tetapi meremehkan ancamannya.
"Kami sudah lama hidup di bawah banyak sanksi," kata Peskov. "Tentu saja, kekebalan tertentu telah terbentuk." Ia menegaskan kembali bahwa Rusia tetap berkomitmen pada perdamaian, tetapi dengan syarat-syarat yang menghormati kepentingan mereka dan "realitas teritorial baru".
Sejak peristiwa tahun 2014 di Kyiv dan eskalasi konflik pada tahun 2022, Rusia menjadi negara yang paling banyak dikenai sanksi di dunia, dengan lebih dari 10.000 pembatasan yang diberlakukan, terutama oleh AS dan Uni Eropa.
Putin sebelumnya telah menyatakan bahwa sanksi tersebut sebagian besar gagal, dengan alasan bahwa Rusia telah beradaptasi secara ekonomi dan tidak bisa diintimidasi.