Pasar Keuangan Indonesia Terhuyung: Rupiah dan IHSG Berguguran, Apa Pemicunya?

Jakarta – Pasar keuangan Indonesia menutup bulan Juli dengan catatan suram. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah sama-sama tertekan, di tengah kekhawatiran global dan domestik.

IHSG pada Kamis (31/7/2025) ditutup melemah 0,87% ke level 7.484,34. Nilai transaksi tercatat ramai, mencapai Rp 18,27 triliun. Namun, sentimen negatif lebih mendominasi, dengan 412 saham melemah dan aksi jual bersih asing mencapai Rp 1,26 triliun. Sektor perbankan menjadi pemberat utama indeks, terutama saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang terkoreksi setelah mengumumkan kinerja keuangan semesteran.

Di pasar valuta asing, rupiah terdepresiasi 0,40% ke level Rp16.450 per dolar AS, menutup bulan Juli dengan penurunan kumulatif sebesar 1,64%. Tekanan terhadap rupiah dipicu oleh keputusan bank sentral AS (The Fed) yang mempertahankan suku bunga, serta data ekonomi AS yang kuat, mendorong investor untuk kembali ke aset berbasis dolar.

Meskipun demikian, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun sedikit melandai, menandakan harga SBN yang naik karena mulai diburu investor.

Wall Street Ikut Terguncang

Bursa Wall Street juga mengalami penurunan serempak. Indeks S&P 500 turun 0,37%, Nasdaq Composite melemah tipis 0,03%, dan Dow Jones Industrial Average anjlok 0,74%. Meskipun beberapa saham teknologi seperti Microsoft dan Meta melonjak setelah merilis laporan keuangan yang positif, sentimen pasar secara keseluruhan tetap tertekan.

Perubahan ekspektasi terhadap kebijakan The Fed dan tenggat waktu negosiasi tarif impor AS menjadi faktor pemberat lainnya.

Faktor Penentu Arah Pasar Hari Ini

Setidaknya ada lima faktor yang diperkirakan akan memengaruhi pergerakan IHSG, rupiah, dan SBN pada perdagangan hari ini, Jumat (1/8/2025):

  1. Deadline Tarif Trump: Dunia menantikan keputusan final terkait negosiasi dagang global dengan Amerika Serikat, dengan potensi pengenaan tarif baru bagi negara-negara yang belum mencapai kesepakatan.
  2. Data Inflasi: Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Juli 2025, yang diperkirakan akan sedikit menghangat dibandingkan bulan sebelumnya, terutama dari sektor pangan dan energi.
  3. Data PMI Manufaktur: S&P juga akan mengumumkan data PMI Manufaktur Indonesia Juli 2025, di mana ekspektasi pasar belum terlalu optimis.
  4. Laporan Keuangan: Investor akan terus mencermati laporan keuangan emiten untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kinerja perusahaan di tengah tantangan ekonomi.
  5. Penguatan Dolar AS: Dolar AS terus menunjukkan kekuatannya, mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua bulan terakhir, yang berpotensi memicu outflow dari pasar saham, rupiah, dan SBN.

Data Ekonomi Domestik yang Dinanti

Selain inflasi, BPS juga akan mengumumkan data neraca perdagangan Juni 2025. Surplus neraca perdagangan diharapkan dapat menjadi penyangga penting bagi stabilitas eksternal, terutama di tengah tekanan kurs dan potensi pelemahan ekspor.

Manufaktur China Kembali Melemah

Sektor manufaktur China kembali mengalami kontraksi, dengan PMI manufaktur tercatat di level 49,1. Hal ini menjadi perhatian bagi negara mitra dagang seperti Indonesia, karena dapat berdampak pada permintaan komoditas.

Agenda Korporasi Hari Ini

Sejumlah emiten dijadwalkan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melakukan pembayaran dividen tunai.

Dengan berbagai sentimen yang saling tarik-menarik, pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan terus bergerak volatil. Investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan mencermati perkembangan terbaru.

Scroll to Top