Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengeluarkan perintah untuk mengerahkan dua kapal selam nuklir ke "lokasi yang sesuai." Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas "pernyataan provokatif" yang dilontarkan oleh mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia.
Trump mengumumkan perintah ini melalui platform media sosialnya, Truth Social. Meskipun demikian, ia tidak memberikan rincian spesifik mengenai lokasi penempatan kapal selam atau kemampuan yang dimiliki oleh kapal-kapal tersebut.
"Berdasarkan pernyataan sangat provokatif dari Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, saya telah memerintahkan dua Kapal Selam Nuklir untuk ditempatkan di wilayah yang sesuai, untuk berjaga-jaga jika pernyataan bodoh dan provokatif ini lebih dari sekadar itu," tulis Trump.
Trump menekankan pentingnya kata-kata dan potensi konsekuensi yang tidak diinginkan yang dapat timbul darinya. Ia berharap situasi ini tidak akan menjadi salah satunya.
Saat meninggalkan Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai tindakan pencegahan. "Kita hanya harus berhati-hati," katanya kepada wartawan. "Sebuah ancaman telah dilontarkan, dan kami merasa itu tidak pantas. Jadi, saya harus sangat berhati-hati. Jadi, saya melakukan itu atas dasar keselamatan rakyat kita," imbuhnya.
Gedung Putih belum memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai pengumuman Trump, termasuk waktu dan lokasi penempatan kapal selam, serta apakah kapal selam tersebut membawa senjata nuklir atau hanya bertenaga nuklir.
Pemicu dari tindakan ini adalah pernyataan Medvedev di media sosial mengenai tenggat waktu yang ditetapkan Trump kepada Rusia untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Ukraina, atau menghadapi sanksi berat.
"Trump sedang memainkan permainan ultimatum dengan Rusia: 50 hari atau 10 hari… Dia harus ingat 2 hal: 1. Rusia bukanlah Israel atau bahkan Iran. 2. Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang. Bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri," tulis Medvedev.
Medvedev, yang merupakan sekutu dekat Presiden Vladimir Putin, dikenal dengan retorikanya yang keras terhadap Barat sejak Rusia melancarkan operasi militer ke Ukraina pada tahun 2022. Meskipun dikritik oleh beberapa pihak, pernyataan Medvedev dianggap mencerminkan pemikiran di kalangan pembuat kebijakan senior Kremlin.