Jakarta – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan dengan menerapkan tarif impor baru bagi puluhan negara mulai Agustus 2025. Kebijakan ini diambil dengan alasan mengatasi defisit perdagangan dan memperkuat industri dalam negeri AS.
Namun, beberapa negara menghadapi "hukuman" yang lebih berat. Tarif impor di atas 15% dikenakan bagi negara-negara yang memiliki defisit perdagangan berlebihan atau gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS. Kebijakan ini diumumkan melalui dua perintah eksekutif terpisah dan mulai berlaku penuh pada 7 Agustus 2025, kecuali Kanada yang sudah mulai lebih awal.
Berikut adalah daftar negara-negara yang dikenakan tarif impor tinggi oleh AS:
- Suriah: 41%
- Laos: 40%
- Myanmar: 40%
- Swiss: 39%
- Irak: 35%
- Serbia: 35%
- Libya: 30%
- Afrika Selatan: 30%
- Bosnia dan Herzegovina: 30%
- Algeria: 30%
- Brunei: 25%
- India: 25%
- Kazakhstan: 25%
- Moldova: 25%
- Tunisia: 25%
- Kanada: 35%* (khusus barang non-USMCA terkait isu fentanyl)
- Brasil: 50%* (dalam konteks politik dan perdagangan tertentu)
Kebijakan ini memicu reaksi keras dari berbagai negara. Perdana Menteri Kanada mengungkapkan kekecewaan dan berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk melindungi perekonomian negaranya. India juga merespons dengan keras setelah tarif dinaikkan menjadi 25% akibat negosiasi yang buntu di sektor pertanian dan pembelian minyak Rusia, yang menyebabkan gejolak politik dan penurunan nilai tukar rupee.
Pemerintahan Trump berdalih bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan memperkuat sektor manufaktur dalam negeri. Namun, legalitas penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk memberlakukan tarif ini masih diperdebatkan di pengadilan.