Terungkap! Misteri Kematian Planet: Bukan Ditelan Bintang, Tapi Mendekat Hingga Hancur

Penelitian terbaru menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb mengungkap fakta mengejutkan tentang kematian sebuah planet. Semula diduga planet tersebut tewas karena ditelan bintang induknya yang mengembang menjadi raksasa merah, namun data terbaru menunjukkan skenario yang berbeda.

Alih-alih bintang yang mendekat, ternyata planet inilah yang perlahan mendekati bintang tersebut hingga akhirnya mengalami kehancuran dramatis.

Teleskop Webb berhasil mendeteksi gas panas yang membentuk cincin di sekitar bintang, diduga akibat tabrakan dengan planet tersebut. Selain itu, awan debu dingin juga menyelimuti area tersebut, menambah bukti kuat akan peristiwa tragis ini.

"Kita menemukan banyak material dari bintang yang terlontar saat planet hancur total. Bukti kejadian ini adalah sisa material berdebu yang dikeluarkan dari bintang induk," ungkap astronom Ryan Lau.

Bintang yang menjadi lokasi kejadian ini berada di galaksi Bima Sakti, berjarak sekitar 12.000 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya di konstelasi Aquila. Bintang ini sedikit lebih redup dan merah dibandingkan Matahari kita, dengan massa sekitar 70 persen dari Matahari.

Planet yang hancur diduga termasuk jenis "Jupiter panas," yaitu planet gas raksasa dengan suhu tinggi karena orbitnya sangat dekat dengan bintang induknya.

"Kami meyakini planet itu mungkin raksasa gas, setidaknya beberapa kali massa Jupiter, yang menyebabkan gangguan dramatis pada bintang seperti yang kita lihat," kata peneliti Morgan MacLeod.

Para ilmuwan menduga orbit planet itu memburuk secara bertahap akibat interaksi gravitasi dengan bintang.

"Kemudian planet itu mulai menyentuh atmosfer bintang. Angin dahsyat yang menghantam atmosfer bintang mempercepat jatuhnya planet ke bintang," jelas MacLeod.

Saat planet memasuki bintang, lapisan luarnya terkelupas. Benturan ini memanaskan dan mengeluarkan gas bintang, menghasilkan cahaya yang teramati dan gas, debu, serta molekul yang kini mengelilingi bintang.

Meski demikian, para ahli belum dapat memastikan secara pasti detail peristiwa fatal tersebut.

"Dalam kasus ini, kita melihat bagaimana jatuhnya planet memengaruhi bintang, tetapi kita tidak tahu pasti apa yang terjadi pada planet itu," ujar Macleod.

"Dalam astronomi, banyak hal yang terlalu besar untuk dieksperimenkan. Kami tidak bisa menghancurkan bintang dan planet di laboratorium. Namun, kami bisa mencoba merekonstruksi apa yang terjadi dalam model komputer," tambahnya.

Untungnya, tata surya kita relatif aman. Tidak ada planet yang cukup dekat dengan Matahari untuk mengalami gangguan orbit serupa. Namun, sekitar lima miliar tahun lagi, Matahari diperkirakan akan mengembang dalam fase raksasa merahnya dan mungkin menelan Merkurius, Venus, bahkan mungkin Bumi.

Selama fase ini, bintang akan meledakkan lapisan luarnya, hanya menyisakan inti yang disebut katai putih.

Pengamatan terbaru Webb memberikan petunjuk penting tentang nasib akhir planet.

"Pengamatan kami mengisyaratkan planet lebih mungkin menemui nasibnya dengan berputar perlahan ke arah bintang induknya daripada bintang itu berubah menjadi raksasa merah untuk menelannya. Namun, tata surya kita tampaknya relatif stabil, jadi kita hanya perlu khawatir tentang matahari yang menjadi raksasa merah dan menelan kita," kata Lau.

Scroll to Top